“Kita paham bahwa mengenai kebijakan pemanfaatan AI dalam kehidupan masyarakat itu pasti yang pertama, namun menempatkan infrastruktur digital termasuk tata kelola juga menjadi fondasi utama. Tanpa infrastruktur yang kuat, kita tidak bisa terlalu bersemangat,” ujar Meutya.
Karenanya, lanjut Meutya, salah satu pekerjaan rumah utama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) adalah terus melanjutkan pembangunan infrastruktur komunikasi baik dan mencakup seluruh wilayah Indonesia.
Lebih lanjut Meutya menjelaskan saat ini, Indonesia membutuhkan tidak hanya infrastruktur digital yang diperlukan untuk mendukung proses pengolahan daya, juga pelatihan model AI. Infrastruktur meliputi komputasi berkecepatan tinggi, pusat data besar serta jaringan internet stabil ini, jelas Meutya, juga menjadi kebutuhan Tanah Air dalam menghadapi era AI.
Indonesia juga disebut mencatat perkembangan AI secara signifikan, dengan tren kenaikan investasi pada teknologi AI generatif yang meningkat lebih dari enam kali lipat dari USD4 miliar (Rp63,7 triliun) pada tahun 2021 lalu, menjadi USD25 miliar (Rp398,09 triliun) pada tahun 2023.
Selain itu, AI juga berdampak pada sektor pekerjaan di tingkat global, sebab penggunaan AI disebut memberikan dampak sebesar 60 persen pada perluasan pekerjaan di negara berpendapatan tinggi, 40 persen di negara berpendapatan menengah dan 26 persen di negara berpendapatan rendah.
Karenanya, Meutya menyebut pemerintah Indonesia juga tengah bekerja sama dengan sejumlah perusahaan teknologi global untuk mewujudkan talenta digital khusus AI, sebagai upaya menyempurnakan persiapan Indonesia dalam memasuki era AI.
Sementara itu, menurut pantauan Komdigi, Meutya menyebut pemerintah Indonesia telah menerapkan AI untuk meningkatkan layanan publik di berbagai sektor, salah satunya Kementerian Keuangan yang mengembangkan chatbox berbasis AI untuk membantu wajib pajak.
Komdigi juga memanfaatkan AI untuk membantu pendeteksian berita palsu, konten negatif di internet, juga untuk berhadapan dengan insiden yang melibatkan salah satu cabang teknologi, yaitu deepfake, sehingga Komdigi menegaskan pihaknya memahami bahwa AI ada di segala lini.
Untuk menyambut era AI di Tanah Air, Meutya juga menyebut Komdigi tengah menyusun kebijakan yang mendukung ekosistem AI, namun tetap memperhatikan tiga aspek utama, yaitu policy, people dan platform.
Dalam hal policy, pemerintah terfokus untuk menjembatani gate kebijakan yang dapat memberikan kepastian hukum namun tidak membatasi potensi inovasi. Dengan demikian, lanjut Meutya, pemain di industri akan memiliki kepastian hukum, dan inovasi tetap bisa berkembang.
Soal people, Komdigi menegaskan pemerintah terbuka untuk berkolaborasi dengan berbagai perusahaan teknologi untuk mencetak talenta digital AI di Indonesia. Dan soal platform, pemerintah terfokus pada penciptaan beragam adopsi teknologi yang dapat mendorong kolaborasi antar pemangku kepentingan demi menghadirkan ekosistem AI inklusif.
“Saya amat yakin kecerdasan buatan ini adalah sesuatu yang memang tidak hanya dibutuhkan, disenangi, tapi akan membawa manfaat luar biasa karena penggunaannya itu jauh lebih mudah daripada kemajuan teknologi lain yang memungkin memerlukan skill khusus,” tutup Meutya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News