Mengutip Engadget, sesaat setelah kesepakatan selesain, Spotify mengubah aplikasi Locker Room karya startup tersebut menjadi Spotify Greenroom, dan menambahkan sejumlah pengalaman penggunaan baru, untuk mencakup topik selain olahraga.
Kemudian, hampir satu tahun lalu, perusahaan layanan streaming raksasa ini kembali mengubah nama platform tersebut, dan mengintegrasikan sejumlah fungsionalitas platform itu pada aplikasi Spotify utama.
Juru bicara Spotify menyebut bahwa pihaknya meyakini ada masa depan untuk interaksi antara kreator dan fan di ekosistem Spotify. Namun, lanjut juru bicara Spotify, berdasarkan pembelajaran perusahaannya, memiliki aplikasi mandiri tidak lagi relevan.
Kendati demikian, Spotify menjanjikan hasil dalam skenario penggunaan terfokus pada seniman sebagai pihak pendengar, dan berkomitmen untuk terus bereksplorasi untuk memfasilitasi interaksi antara seniman dan penggemar.
Masih enggan memberikan respon, Spotify mengonfirmasi penghentian operasional mendatang tersebut kepada TechCrunch. Saat Spotify pertama kali mengumumkan akan beralih ke audio langsung di level medium pada tahun 2021, CEO Daniel Ek memprediksi format ini akan menjadi tren.
Kala itu, Ek menyebut bahwa live audio akan serupa seperti Stories dengan video yang ditawarkan setiap platform besar sebagai salah satu cara bagi audiens untuk berkomunikasi satu sama lain, dan memprediksi bahwa seluruh platform akan memilikinya.
Namun, pada akhir tahun 2022 lalu, Spotify membatalkan serangkaian acara live audio, mengindikasikan kemunduran dari ambisi sebelumnya. Penting untuk diketahui bahwa Spotify bukan satu-satunya perusahaan yang menarik diri dari format ini.
Pada bulan Mei lalu, induk perusahaan Facebook, Meta, mengumumkan penghentian operasionalisasi serangkaian produk audio, termasuk Soundbites, alat berbagai audio berformat singkat yang diperkenalkannya pada tahun 2021 lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News