"19 kabupaten 46 kecamatan yang tidak terpantau oleh TPI (Tempat Pemeriksaan Imigrasi) di wilayah terdepan Indonesia itu bisa terekam nyaris sempurna," kata Pakar Ekonomi Universitas Indonesia, Rhenald Kasali, Minggu, (12/2/2017).
Guru Besar penggagas “Rumah Perubahan” itu menilai, apa yang dilakukan BPS di bulan Oktober November Desember 2016 itu adalah langkah pintar. BPS semakin modern, semakin familier dengan teknologi informasi.
”Ini sudah menjadi keharusan. Mengubah dari cara konvensional dengan menggunakan digital dan teknologi. Mengganti kertas dengan dunia digital. Kertas itu bisa salah mencatat, bisa salah lihat, tidak real time, sangat terbatas jangkauan indra manusia. Juga bisa mahal, karena wilayah Indonesia yang terbentang luas. Sementara dengan Big Data, sudah terbantu oleh mesin, jauh lebih akurat, real time update, serta efektif efisien,” ujar Rhenald.
Karena itu, dia mengapresiasi BPS, yang memilih cara memberi potret angka yang sesungguhnya. Data resmi BPS itu bukan hanya bermanfaat besar untuk internal Kemenpar, yang harus cepat memperoleh informasi angka-angka untuk pengambilan keputusan, evaluasi kegiatan, dan mambuat analisa pasar.
Data tersebut juga sangat penting bagi industri terkait yang bergerak di sektor pariwisata, yang membutuhkan data dan fakta yang akurat dan terkini.
Rhenal Kasali juga menambahkan, menghitung wisatawan macanegara dengan teknologi seluler sejak Oktober, November, Desember 2016 itu patut diapresiasi. Para wisatawan macanegara itu sudah menggenggam smartphone yang tidak akan dilepas ketika berpergian.
“Objeknya sudah jelas, HP minded. Sudah tidak masuk akal ada orang hidup tanpa HP,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News