Digitalisasi yang pesat dan meningkatnya layanan over-the-top dan kecerdasan buatan telah menyebabkan naiknya permintaan akan konektivitas pusat data yang berkualitas tinggi dan terukur.
ASEAN telah menjadi salah satu pasar data center dengan pertumbuhan tercepat. Menurut Eco-Business dan Digital Realty, pasar data center co-location di Asia Pasifik akan bernilai US$28 miliar pada tahun 2024 — melampaui kawasan Amerika Utara dan akan menjadi terbesar di dunia pada dekade berikutnya, dengan Asia Tenggara menjadi pendorong terbesar pertumbuhan ini.
Beberapa tahun terakhir, ASEAN mengalami lonjakan pembangunan data center dalam beberapa tahun terakhir, dengan perusahaan telekomunikasi lokal, operator data center, dan hyperscaler membangun fasilitas baru untuk mendukung pertumbuhan masa depan dan pengalaman dengan latensi rendah.
Dengan lebih dari 200 juta pengguna internet pada tahun 2023, Indonesia hadir sebagai pemain penting di pasar data center. Seiring dengan melonjaknya penggunaan internet dan meningkatnya permintaan akan penyimpanan data, sektor data center dalam negeri bersiap untuk melakukan ekspansi yang signifikan.
Sejalan dengan hal ini, Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia juga telah menyatakan komitmennya untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kemajuan ekosistem data yang kuat.
Memposisikan diri sebagai yang terdepan di pasar data center ASEAN, Indonesia telah menarik perhatian para pemangku kepentingan industri, terbukti dari niat strategis dari operator lokal terkemuka, serta raksasa teknologi global, yang telah mengumumkan rencana untuk membangun fasilitas baru di dalam negeri pada tahun-tahun mendatang.
Selain itu, kapasitas data center nasional pada tahun 2023 pun tercatat mencapai sebesar 184MW. Menyadari potensi tersebut, kapasitas data center diperkirakan akan terus meningkat.
Bersamaan dengan peluncuran 5G, ledakan perusahaan berbasis internet, dan upaya untuk memperkuat konektivitas global, Indonesia dan kawasan ini memiliki potensi ekonomi yang sangat besar sebagai titik data center strategis untuk Asia Pasifik dan dunia.
Tapi, sebelum hal ini terjadi, apa lagi yang perlu diperhatikan?
Keberlanjutan menjadi perhatian utama — khususnya, kebutuhan terhadap tatacara yang berkelanjutan dalam mendinginkan data center itu sendiri. Saat ini, 95 persen data center di ASEAN menggunakan sistem pendingin berbasis udara yang sangat tidak efisien – hal ini sangat memprihatinkan mengingat pendinginan menyumbang lebih dari sepertiga total konsumsi energi data center.
Industri data center di Indonesia sebagian besar bergantung pada batu bara sebagai sumber energi utamanya. Menanggapi meningkatnya kekhawatiran terhadap lingkungan hidup, para pembuat kebijakan di Indonesia telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 2023, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan konservasi energi di sektor ini.
Hal ini menghadirkan peluang besar untuk mengimbangi jejak karbon data center dan menghemat biaya dalam prosesnya, dengan menerapkan metode hemat energi. Metode baru seperti pendinginan cair sangat cocok untuk iklim yang lebih hangat di kawasan ini karena dapat mengurangi konsumsi energi sebesar 20-30 persen dan penggunaan air hingga 50 persen. Solusi lain seperti solar photovoltaic dan green hydrogen juga sudah diadopsi oleh operator-operator yang progresif.
Perhatian yang sama juga diberikan pada keamanan data. Dengan dunia yang semakin digital, jumlah data pribadi yang disimpan di cloud berlipat ganda secara eksponensial, menarik perhatian para penjahat dunia maya yang menerobos sistem untuk mencuri data penting.
Untungnya, kita telah menyaksikan peningkatan kebijakan perlindungan data yang diberlakukan untuk melindungi keamanan nasional dan kepentingan ekonomi — mulai dari undang-undang khusus negara seperti Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi Singapura, hingga peraturan antar negara seperti kerja sama Singapura-Filipina seputar perlindungan data pribadi untuk lebih memungkinkan aliran data lintas batas yang tepercaya.
Di Indonesia, kebijakan terkait perlindungan data diatur oleh UU No. 27 Tahun 2022 tentang Data Pribadi (UU PDP) – dikenal juga dengan UU PDP. Undang-undang ini menggarisbawahi pentingnya entitas publik dan perusahaan untuk meningkatkan kewaspadaan dalam pengelolaan dan penyimpanan data pribadi dalam lingkup mereka. Akibatnya, kerangka legislatif ini mempercepat perubahan transformatif dalam dinamika operasional industri data center.
Penerapan UU PDP membebankan kewajiban yang lebih ketat tidak hanya pada pengontrol dan pengolah data pribadi, namun juga pada operator data center, khususnya yang berkaitan dengan memperkuat langkah-langkah keamanan terhadap pelanggaran, kehilangan data, dan akses tidak sah.
Hasilnya, penyedia penyimpanan data diberi insentif untuk meningkatkan komitmen mereka dalam memberikan penawaran layanan yang kuat dan aman kepada klien.
Bagi operator, menjaga keamanan data lebih dari sekadar mematuhi peraturan, atau menyelesaikan masalah pasca serangan. Hal ini seringkali menjadi pertimbangan mendasar sejak tahap desain – dimulai dengan memastikan infrastruktur data center tersebut aman, cerdas, dan mampu mencegah serangan bahkan sebelum serangan itu terjadi.
Hal ini khususnya berlaku bagi Indonesia. Mengingat kondisi geografis Indonesia yang kepulauan, pertimbangan yang matang harus dilakukan dalam mengambil tindakan terhadap bencana alam. Hal ini mencakup berbagai faktor, termasuk kerentanan terhadap banjir, ketinggian di atas permukaan laut, kedekatan dengan daerah vulkanik, penghindaran jalur penerbangan, dan riwayat kejadian bencana alam. Elemen-elemen ini memerlukan perhatian yang cermat ketika membangun fasilitas data center di dalam negeri.
Dengan berbagai pertimbangan yang harus dilakukan, pertumbuhan pusat data di kawasan ini jelas tidak akan berhenti begitu saja. Yang menggarisbawahi tantangan-tantangan penting ini adalah perlunya jaringan dasar data center yang dapat diandalkan, mudah beradaptasi, dan canggih.
Teknologi pendinginan baru yang didukung kecerdasan buatan untuk mengurangi konsumsi energi dapat memerlukan bandwidth yang intensif; begitu pula jaringan yang selalu aktif untuk memastikan sedikit atau tidak ada waktu henti yang dapat dieksploitasi oleh penjahat dunia maya. Selain itu, para operator terus-menerus menghadapi tuntutan masyarakat dengan hiper-koneksi yang semakin meningkat.
Hal ini memerlukan data center hemat energi dan berbasis kecerdasan buatan yang memberikan kemampuan komputasi dan penyimpanan lebih besar — sekaligus menjaga informasi tetap aman, tanpa meninggalkan jejak karbon yang besar.
Solusi seperti interkoneksi pusat data (DCI) dapat membantu mewujudkan hal tersebut, dengan memperkenankan berbagi sumber daya di beberapa data center, sehingga menghasilkan lebih banyak daya komputasi dan penyimpanan yang memanfaatkan kapasitas yang tak terpakai tanpa perlu membangun lebih banyak fasilitas. Hal ini sangat berguna bagi beberapa hub ASEAN yang memiliki lahan dan daya terbatas.
Dengan menerapkan landasan yang tepat dan menggabungkan solusi seperti DCI, ASEAN dapat menjadi cetak biru bagi kawasan lain untuk menghubungkan masyarakat on-demand di masa depan.
Data center merupakan jantung perekonomian digital dan dapat memberikan manfaat besar bagi konsumen, dunia usaha, dan operator. Namun, inti dari setiap data center, pertama-tama kita membutuhkan jaringan yang cepat, andal, dan mudah beradaptasi.
Hanya dengan cara ini kita dapat mengatasi tantangan-tantangan yang lebih besar seperti keberlanjutan dan keamanan, untuk mewujudkan visi mengenai ASEAN sebagai data center global berikutnya menjadi kenyataan.
(Judi Hartono, Country Director Ciena Indonesia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News