Data hasil studi menunjukkan bahwa pembeli bukan satu-satunya pihak yang khawatir dengan dampak aksi pencurian dan tindak kejahatan terhadap pengalaman berbelanja mereka di toko. Mayoritas staf toko (84% global, 72% di Asia Pasifik) prihatin dengan minimnya penerapan teknologi untuk mengidentifikasi ancaman keamanan atau tindakan kejahatan.
Sebagian besar retailer (78% global, 80% di Asia Pasifik) semakin dituntut untuk meminimalkan kasus-kasus pencurian dan kehilangan barang, sehingga mereka kini berinvestasi di teknologi-teknologi yang bisa membantu pekerja di lini depan dan pekerja yang mengawasi jalannya operasional dari balik layar.
Kecerdasan buatan (AI) saat ini dianggap sebagai teknologi yang paling membantu mencegah terjadinya kehilangan barang, diikuti oleh teknologi kamera, sensor, dan RFID.
Meskipun hanya 3 dari 10 retailer (38% global dan Asia Pasifik) yang saat ini menggunakan prescriptive analytics (proses penentuan tindakan optimal dengan menggunakan data) yang berbasis AI untuk mencegah kehilangan barang.
Temuan lain yaitu lebih dari setengah responden yang disurvei (50% global, 52% di Asia Pasifik) berencana menggunakan teknologi AI untuk tujuan itu, dalam satu hingga tiga tahun ke depan.
Lebih dari 3 dari 10 retailer mengungkapkan rencana untuk memanfaatkan kamera dan sensor self-check (45% global, 52% di Asia Pasifik), computer vision (46% global dan Asia Pasifik), serta tag dan reader RFID (42% global dan 38% di Asia Pasifik) dalam tiga tahun mendatang, terutama untuk mencegah kehilangan barang.
Hal ini seharusnya membuat para pembeli lega, karena 78% dari mereka merasa kesal ketika menemukan sejumlah produk yang dijual diletakkan dalam lemari yang terkunci. Kekesalan mereka akan bertambah ketika sulit menemukan staf toko saat berbelanja, menurut 70% dari konsumen. Masing-masing 79% dan 70% pembeli di Asia Pasifik merasakan hal yang sama.
Ketidakhadiran staf toko untuk membantu menjadi alasan satu dari lima pembeli (21% global, 22% di Asia Pasifik) memutuskan keluar dari toko tanpa membeli barang yang mereka butuhkan. Alasan seperti ini semakin sering dikemukakan pembeli dalam dua tahun terakhir.
Masalah Lain Menambah Frustasi Staf Toko dan Menurunnya Kepuasan Pembeli
Meskipun konsumen secara umum puas dengan pengalaman berbelanja dan pengeluaran konsumen global tetap stabil, secara keseluruhan lebih sedikit pembeli yang merasa puas dengan pengalaman berbelanja mereka tahun ini.Pada 2023, sebanyak 85% konsumen merasa puas dengan pengalaman berbelanja di toko fisik dan online, masing-masing 81% dan 80% untuk pembeli di Asia Pasifik.
Pada tahun ini, hanya 81% yang merasa puas dengan pengalaman berbelanja di toko fisik dan 79% Ketika berbelanja online. Tingkat kepuasan juga turun untuk pembeli di Asia Pasifik, 78% untuk pengalaman berbelanja di toko fisik dan 75% berbelanja online.
Secara umum, mayoritas pembeli mengharapkan retailer bisa menawarkan opsi click-and-collect (klik dan ambil), dan opsi pengembalian barang. Namun para retailer (79% global, 85% di Asia Pasifik) dan staf toko (85% global dan Asia Pasifik) mengakui bahwa mereka menghadapi tantangan untuk menawarkan kedua opsi tersebut.
Sebagian besar retailer juga menyebutkan bahwa mereka kesulitan untuk mengonfirmasi inventory dan harga terkini. Selain itu, dengan semakin banyaknya pembeli yang melakukan pengembalian barang ke toko, tingkat pelayanan terdampak secara signifikan akibat kurangnya tenaga kerja dan meningkatnya insiden kehilangan barang
Hampir 90% staf toko meyakini bahwa mereka bisa memberikan pengalaman pelanggan yang lebih baik jika dilengkapi dengan tools teknologi mobile yang akan memudahkan komunikasi secara real time dan memprioritaskan tugas-tugas, serta mengecek harga dan inventory.
Sebagian besar retailer setuju bahwa teknologi dapat membantu para staf melaksanakan pekerjaan mereka dengan lebih baik, dan hasilnya, 75% retailer global (79% di Asia Pasifik) mengatakan bahwa mereka berencana untuk menambah investasi teknologi pada tahun 2025.
“Bisnis retail di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang menjanjikan pada 2024, ditandai dengan naiknya Indeks Keyakinan Konsumen (consumer confidence index) dan capaian Indeks Penjualan Riil (Real Sales Index) yang tumbuh 5,8% year-on-ear pada Agustus,” kata Eric Ananda, Country Lead Indonesia, Zebra Technologies.
“Ketika para retailer yang berinvestasi dalam teknologi mobile dan cerdas untuk membangun pengalaman toko modern dengan meningkatkan pengalaman berbelanja di toko dan keterlibatan pelanggan, industri retail tampaknya siap untuk terus tumbuh di 2025,” ujarnya.
Berdasarkan studi ini, selain meningkatkan pengalaman pelanggan, prioritas utama para retailer lainnya antara lain adalah meningkatkan efisiensi dan produktivitas tenaga kerja mobile, serta pengelolaan inventory.
Lebih dari satu pertiga dari mereka (39% global, 41% di Asia Pasifik) meyakini bahwa GenAI akan memberikan dampak sangat signifikan terhadap pengelolaan inventory dan prakiraan permintaan.
GenAI juga akan mendorong automasi dalam pencarian lokasi produk dan RFID hingga ke tingkat item (46% global dan Asia Pasifik), video monitoring (45% global dan 36% di Asia Pasifik), dan pemberitahuan stok yang habis (45% global, 49% di Asia Pasifik) agar staf toko dan pembeli memiliki visibilitas atas inventory secara real time, yang merupakan pendorong profit terdepan.
“Dengan menerapkan teknologi-teknologi canggih seperti Zebra kiosk system, Bluetooth wearable scanner RS2100 , wearable computer WT5400, fixed mount scanner DS55 , multi-plane scanner/scale MP72 series , dan ZT411 dengan ZeroLiner Linerless Printing Solution, retailer akan terbantu dalam mengatasi tantangan-tantangan bisnis saat ini,” kata Eric.
“Solusi-solusi ini didesain untuk mengatasi berbagai masalah seperti mengelola stok yang habis, sekaligus memberdayakan para staf dalam memberikan pengalaman pelanggan yang sempurna demi memenuhi ekspektasi para pembeli modern yang terus berkembang,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News