"Untuk sekarang ini, kita dalam posisi belum merasa ada keperluan net neutrality," kata Presiden Direktur XL, Dian Siswarini kepada wartawan di Belitung, Rabu (17/2/2015).
Dian menjelaskan, isu netralitas internet jadi perbincangan hangat --terutama di Amerika Serikat-- karena dihembuskan perusahaan penyedia konten yang mangandalkan koneksi internet alias Over The Top (OTT) seperti Google, Facebook atau Netflix. Prinsip netralitas internet mengharuskan penyedia layanan internet (ISP) menjamin agar konsumen dapat mengakses semua situs legal. ISP dilarang mengenakan biaya kepada penyedia konten agar pengguna dapat mengakses layanan mereka secara lebih cepat atau sebaliknya, memperlambat koneksi ke situs tertentu.
Praktik semacam itu bisa terjadi dengan beragam alasan, termasuk kepentingan bisnis. Sebab, di banyak negara, termasuk di Indonesia, operator telekomunikasi tak lagi sekadar menyediakan akses internet, tetapi juga menawarkan konten, dari berita sampai video.
Menurut Dian, jika diterapkan, netralitas internet akan membatasi kemampuan XL untuk memprioritaskan layanan ke institusi atau pemakai tertentu. Misalnya, perbankan atau penyedia layanan kesehatan.
"Sebentar lagi akan masuk era 5G, yang (memungkinkan) kita bisa bikin karakteristik layanan khusus untuk group atau pemakai tertentu. Dengan net neutrality, kita tak bisa melakukan itu," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News