“Lebih mengkhawatirkan lagi, hanya butuh sekitar 25 menit bagi penyerang untuk mencuri dan mengeksploitasi data perusahaan,” kata Adi dalam diskusi Virtus Showcase 2025 di Jakarta Rabu, 1 Oktober 2025.
Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa kecepatan serangan jauh melampaui kesiapan banyak perusahaan dalam merespons.
AI: Peluang Besar, Risiko Lebih Besar
Adi menekankan bahwa AI di level perusahaan (enterprise AI) akan berkembang pesat. Bahkan, jumlah AI agentic diprediksi mencapai 10 kali lipat dibandingkan pekerja manusia. Kondisi ini akan membuat ketergantungan pada sistem digital makin tinggi, sehingga potensi ancaman juga kian kompleks.“Sekitar 87 persen aktivitas pekerjaan sekarang dilakukan lewat browser. Bayangkan betapa luas permukaan serangan yang terbuka,” ujarnya. Ditambah lagi, perusahaan rata-rata menggunakan 83 alat keamanan siber berbeda, sehingga tantangan integrasi dan efektivitas monitoring makin besar.
Tantangan Adopsi AI
Dari sisi infrastruktur, Christian Atmadjaja, Direktur Virtus Technology Indonesia, mengingatkan bahwa AI adalah teknologi yang “lapar server dan lapar anggaran.” Ia menekankan pentingnya kesiapan sejak awal.“AI membutuhkan data dalam jumlah sangat besar. Pertanyaannya, apakah data itu bersih dan aman? Selain itu, komputasi untuk AI tidak murah. Kalau tidak dipersiapkan sejak dini, bisa jadi bom waktu,” jelasnya.
Christian menambahkan, penerapan AI di perusahaan sering dimulai dari kebutuhan praktis, misalnya di divisi HRD untuk menyaring ribuan CV pelamar. Namun skala pemanfaatan akan terus berkembang, tergantung visi para pemimpin bisnis.
“Ada yang memakainya untuk efisiensi, ada yang untuk pertumbuhan. Kuncinya, seberapa yakin mereka bahwa AI bisa membantu,” ujarnya.
Baca juga: 8 Kiat Penting Manajemen Password di Tengah Meningkatnya Ancaman Siber |
Spending Cybersecurity Naik di Era AI
Meski begitu, besarnya investasi untuk keamanan AI disebut relatif. Ada solusi yang bahkan bisa diakses gratis, namun berisiko besar jika tidak dikelola dengan benar. “Banyak perusahaan kini mulai meningkatkan anggaran mereka untuk keamanan. Besar kecilnya tergantung kebutuhan dan seberapa jauh mereka siap memanfaatkan AI,” terang Adi.Ia menegaskan, Palo Alto Networks di Indonesia tidak hanya menyediakan produk, tetapi juga investasi sumber daya manusia dan program edukasi, termasuk Cybersecurity Academy yang dapat diadopsi institusi pendidikan sebagai kurikulum.
Adi juga mengingatkan bahwa kejahatan siber kini sudah bertransformasi menjadi industri. Pemanfaatan AI oleh pelaku kejahatan tak bisa dihindari, termasuk penggunaan deepfake untuk menyamarkan suara maupun wajah.
“Kalau serangan terjadi sekali setahun, perusahaan mungkin masih bisa menutupinya. Tapi kalau setiap bulan, biaya untuk keamanan bisa menyedot lebih dari 50 persen anggaran IT. Ini bukan ancaman main-main,” tandasnya.
(Sheva Asyraful Fali)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id