Teo menyatakan bahwa ajang ini berlangsung di masa yang serius. Dalam sambutannya, Teo menyoroti bagaimana tatanan internasional berbasis aturan sedang mengalami tekanan berat di berbagai bidang. Ia menggambarkan dunia maya saat ini sebagai semakin terpecah-belah.
Teo merinci dua ancaman utama yang semakin intensif. Pertama, aktor ancaman yang disponsori negara (APT) telah meningkatkan aksi mereka, secara khusus menargetkan infrastruktur kritis di sektor-sektor strategis seperti pertahanan, telekomunikasi, dan teknologi di banyak negara.
Kedua, ia menyebut para penjahat siber kini semakin berani. "Organisasi mulai dari bandara hingga rantai supermarket, produsen mobil, dan bahkan pabrik bir telah menjadi korban serangan ransomware," ujar Teo.
Tuntutan tebusan telah meningkat secara signifikan, dan jutaan dolar telah dibayarkan kepada para pelaku. Singapura, lanjutnya, tidak luput dari ancaman ini. "Infrastruktur kritis kami telah diserang oleh aktor advanced persistent threat (APT) yang disponsori negara," ungkapnya.
Selain itu, data menunjukkan bahwa hampir 8 dari 10 organisasi di Singapura telah mengalami serangan siber, dengan sebagian besar pelaku adalah penjahat siber. Teo menegaskan bahwa perkembangan ini berpotensi mengancam keamanan nasional dan cara hidup digital, serta merusak kemajuan yang telah dicapai dalam tatanan siber internasional.
Meskipun lanskap ancaman terlihat suram, Teo mengajak para pemimpin untuk tetap mencari benang merah. Ia mencatat adanya kemajuan dalam kerja sama internasional.
Di tingkat global, UN Open-Ended Working Group telah mencapai konsensus untuk membentuk mekanisme permanen guna melanjutkan diskusi tentang perilaku negara yang bertanggung jawab di dunia maya. Inisiatif lain seperti Counter Ransomware Initiative juga telah menyatukan negara-negara untuk berbagi praktik terbaik.
Di tingkat regional, ASEAN-Singapore Cyber Security Centre of Excellence telah menyelenggarakan lebih dari 30 program untuk lebih dari 900 pejabat senior. Sektor industri juga dipuji karena telah mengambil langkah, seperti kemitraan Google, Meta, dan Microsoft dalam Global Signals Exchange untuk berbagi sinyal ancaman secara real-time melawan penipuan online.
Namun, Teo menegaskan bahwa upaya ini "belum cukup". Ia menyoroti fakta bahwa 11 norma perilaku negara yang bertanggung jawab dari PBB belum diadopsi secara global; ASEAN adalah satu-satunya kawasan yang telah melakukannya.
Menutup pidatonya, Teo memberikan seruan tegas untuk bertindak. Ia menekankan perlunya "kemauan politik" dari pemerintah dan kolaborasi erat antar mitra internasional untuk melawan musuh bersama. Ia juga memberi pesan khusus kepada sektor swasta.
"Perusahaan teknologi memiliki dan mengendalikan bagian penting dari tulang punggung digital. Anda harus bertindak secara bertanggung jawab, akuntabel atas keamanan sistem Anda, dan bermitra dengan pemerintah," tegasnya.
Pidato pembukaan SICW edisi ke-10 ini bertepatan dengan perayaan Deepavali. Teo mengaitkan perayaan Festival Cahaya ini—yang merayakan kemenangan kebaikan atas kejahatan dan terang atas kegelapan—sebagai harapan yang sama untuk masa depan dunia maya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id