BRIN menekankan pentingnya pembangunan kerangka strategis nasional dalam penerapan AI di sektor pemerintahan.
BRIN menekankan pentingnya pembangunan kerangka strategis nasional dalam penerapan AI di sektor pemerintahan.

BRIN Dorong Pemerintah Bangun Kerangka Transformasi Digital Berbasis AI Terpadu

Lufthi Anggraeni • 08 Oktober 2025 21:35
Jakarta: Dalam sebuah diskusi yang digelar Kominfo bersama sejumlah pakar, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menekankan pentingnya pembangunan framework atau kerangka strategis nasional dalam penerapan kecerdasan buatan (AI) di sektor pemerintahan. 
 
IPU Senior Profesional Utama dan anggota Dewan Pengarah BRIN Prof. Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo menilai, tanpa kerangka jelas, transformasi digital di Indonesia berisiko berjalan sporadis dan kehilangan arah.
 
“Kalau kita tidak membuat framework-nya dulu, maka transformasi digital termasuk pemanfaatan AI di pemerintahan bisa gagal. Nanti hasilnya hanya sporadis saja. Bikin untuk ini, bikin untuk itu, tapi tidak punya gambaran besar,” tegas Prof. Marsudi dalam paparannya.

Menurutnya, pemerintah perlu memandang AI bukan sekadar alat digitalisasi, melainkan sebagai fondasi utama dalam membangun tata kelola pemerintahan modern efisien, transparan, dan adaptif terhadap perubahan zaman.
 
Selain itu dalam diskusi tersebut, Prof. Marsudi menjelaskan bahwa AI akan menjadi kunci transformasi di sektor publik melalui dua jalur utama, yaitu otomasi dan analitik. Melalui otomasi, berbagai proses rutin pemerintahan dapat dijalankan oleh sistem berbasis robotik dan algoritmik, sehingga mempercepat pelayanan publik dan menekan potensi kesalahan manusia.
 
Sementara itu, jalur analitik memungkinkan pemerintah melakukan evaluasi dan pengambilan keputusan lebih akurat. Prof. Marsudi menyebut sebelumnya analisis data pemerintah baru sampai tahap deskriptif, dan dengan bantuan AI, pemerintah bisa masuk ke tahap diagnostik, prediktif, bahkan preskriptif.
 
Sebab, lanjut Prof. Marsudi, sistem AI bisa memberikan rekomendasi tindakan terbaik yang harus dilakukan. Prof. Marsudi menambahkan bahwa tahap tertinggi dari penerapan AI nantinya adalah AI kognitif, yaitu sistem yang mampu beradaptasi, memahami konteks, bahkan mengambil keputusan secara otonom.
 
Namun, Prof. Marsudi juga mengingatkan bahwa kemajuan semacam ini perlu diimbangi dengan regulasi dan etika yang kuat agar tidak menimbulkan risiko sosial. Tidak hanya itu, Prof. Marsudi menegaskan bahwa AI tidak dapat berdiri sendiri.
 
Penerapannya disebut memerlukan fondasi teknologi kokoh, yang terdiri dari beberapa elemen penting selain AI, yaitu blockchain, big data, Internet of Things (IoT), integrasi sistem, keamanan siber, serta privasi data.
 
Teknologi blockchain, menurutnya, bisa menjadi tulang punggung keamanan data pemerintahan. Sedangkan IoT berperan sebagai sensor canggih yang mampu menangkap data yang tidak dapat dijangkau manusia, misalnya untuk mendeteksi cuaca ekstrem, pola lalu lintas, atau potensi bencana alam.
 
Sementara itu, Prof. Marsudi mengingatkan bahwa musuh terbesar IT adalah masalah keamanan. Sebab, lanjutnya, semakin canggih teknologinya, semakin canggih pula cara untuk membobol. Karenanya, Prof. Marsudi menekankan aspek keamanan dan privasi harus menjadi prioritas dalam pembangunan sistem pemerintahan digital.
 
Lebih lanjut, Prof. Marsudi menguraikan enam pilar strategis yang harus dibangun pemerintah dalam merancang pemerintahan berbasis AI. Pilar-pilar itu meliputi praktik pemerintahan yang baik, inovasi terbuka, integrasi antar-sistem, manajemen data berkualitas, proses pemerintahan efisien, serta keterlibatan publik.
 
Prof. Marsudi mencontohkan, masih banyak proses birokrasi yang tumpang tindih dan tidak efisien akibat kurangnya integrasi data, sehingga sistem pemerintah saat ini dinilai belum sepenuhnya efisien. Selain itu, ia juga mendorong partisipasi komunitas teknologi dan akademisi untuk berkontribusi dalam pengembangan AI nasional.
 
Keterlibatan publik, lanjutnya, dapat memperkuat kolaborasi lintas sektor dan memastikan teknologi benar-benar dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Sementara itu dalam pandangannya, Prof. Marsudi menilai kesuksesan transformasi digital tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada perubahan pola pikir dan budaya kerja aparatur negara.
 
Banyak pihak, lanjut Prof. Marsudi, masih salah kaprah mengartikan digitalisasi sebagai transformasi digital, padahal keduanya berbeda. Sebagai penutup, Prof. Marsudi menilai bahwa penerapan AI dalam pemerintahan merupakan keniscayaan.
 
Namun, lanjut Prof. Marsudi, langkah tersebut harus dibangun di atas fondasi matang, etika jelas, serta koordinasi antar-lembaga terintegrasi. Dengan begitu, Indonesia dapat benar-benar menuju pemerintahan digital cerdas, adaptif, dan berdaya saing global.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(MMI)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan