Meski memiliki pasar domestik yang besar dan penetrasi internet yang cukup tinggi hingga ke tingkat desa, pemanfaatan teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) masih tergolong rendah dan cenderung bersifat konsumtif.
Presiden dan Direktur IBM Indonesia, Roy Kosasih, menegaskan bahwa AI sebenarnya bisa menjadi akselerator utama bagi Indonesia untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Namun, pemanfaatannya tidak bisa dibiarkan bergerak secara organik apalagi hanya terbatas di tingkat hiburan.
“Kita memang memiliki akses internet tinggi, tetapi banyak yang masih memanfaatkannya untuk bermain game atau sekadar hiburan. Kalau diarahkan, kemampuan itu bisa ditingkatkan menjadi produktif,” ujar Roy Kosasih, ditemui Medcom kemarin.
Menurut Roy, ada tiga fondasi utama yang harus disiapkan pemerintah dan sektor swasta agar AI benar-benar menjadi pendorong daya saing nasional.
Dia menegaskan pemerintah Indonesia sudah memiliki roadmap AI nasional dan panduan etika. Ini harus dilanjutkan dengan aturan turunan di sektor-sektor prioritas, agar perusahaan maupun lembaga publik memiliki kepastian dalam menerapkan AI.
Pengembangan data center dalam negeri yang dilengkapi GPU menjadi keharusan. Hal ini penting agar data strategis tetap berada di Indonesia dan bisa diproses secara efisien. Telkom Group, kata Roy, sudah mulai membangun ekosistem ini, tapi kapasitasnya masih perlu diperluas.
Penguasaan AI tidak boleh hanya menjadi ranah mahasiswa IT.
Semua jurusan, ekonomi, kedokteran, sastra, hingga hukum, perlu memahami AI sebagai alat yang akan digunakan dalam dunia kerja. Program seperti Skills Build dan AI Academy yang dijalankan IBM bersama universitas adalah contoh konkret upaya membangun literasi dari awal.
Fokus pada Small Language Model (SLM)
Roy juga menyoroti pentingnya penggunaan pendekatan AI yang tepat. Dibanding membangun Large Language Model (LLM) dari nol, yang membutuhkan biaya jutaan dolar, Indonesia bisa lebih efisien dengan mengembangkan Small Language Model (SLM) yang spesifik pada konteks tertentu.“Kalau kebutuhan kita adalah politik Jawa Barat atau logistik pangan nasional, lebih efektif melatih model kecil dengan data relevan dibanding membangun model besar yang datanya berasal dari konteks yang berbeda,” jelasnya.
Selain lebih murah dan cepat, pendekatan SLM juga mengurangi risiko halusinasi, karena model tidak mengambil rujukan di luar domainnya. Apalagi jika dilengkapi mekanisme AI governance yang dapat membatasi ruang analisis sesuai kebutuhan lembaga atau sektor.
Dia mengatakan banyak industri muncul dan maju dengan AI karena bisnis menjadi lebih efisien.Hal-hal yang dulu sebetulnya harus dilakukan oleh banyak, misalkan produk manajer saat meneliti pasar dan melakukan survei ke lapangan akan makan waktu berbulan-bulan, berminggu-minggu dengan menggunakan banyak orang dan dengan biaya yang besar bisa dipangkas dengan AI.
“Tapi kalau kita lihat sekarang, dengan menggunakan AI dengan data-data yang ada, tinggal diformulasikan atau diolah datanya sedemikian cepat oleh AI, sehingga dalam hitungan mungkin menit, sudah timbul satu kesimpulan yang sangat akurat, bahkan karena melebihi akurasi dari orang yang mungkin menggunakan akal pikiran mereka yang terkadang masih terbawa emosi atau sifatnya menjadi subjektif pada saat menganalisa data,” tegas dia.
Itulah yang membuat kemudian perusahaan-perusahaan baru yang mulai bermunculan di Asia Pasifik misalkan, yang industri manufacturing, itu menjadi sangat kompetitif.
“Dan produk yang mereka tawarkan, ternyata bisa jauh lebih maju, bisa mulai mengalahkan pesaing-pesaing mereka yang mungkin bahkan sudah puluhan tahun atau ratusan tahun dengan menggunakan AI,” tegas dia.
Demikian juga industri logistik pengaturan dari armada, perangkutan umum. Semua itu bisa dilakukan secara terinci dengan forecast yang jauh sangat akurat.
“Jadi perencanaan pengadaan bahan bagus, itu bisa dilakukan secara otomatis dengan forecast yang jauh lebih sempurna. Dengan demikian, jadi sebenarnya disrupsi untuk hal yang konvensional itu betul, AI. Tapi untuk hal yang jauh lebih baik. Ada technology leap di sini,” tegas dia.
Dia mengatakan teknologi AI akan membantu banyak sektor-sektor yang akan terbantu meningkatkan efisiensi kerja. Sehingga daya saing Indonesia di antara negara-negara di dunia Asia Tenggara aja akan naik.
“Di situlah kita akan bisa meningkatkan seluruh kondisi perekonomian kita, memperkuat, sehingga membuat kita tetap bisa mempertahankan sebagai negara dengan pendapatan GDP tertinggi,” tegas dia.
Indonesia Emas Melalui AI
Roy meyakini, visi Indonesia Emas 2045 hanya bisa dicapai jika teknologi, khususnya AI, dijadikan sebagai mesin pengungkit produktivitas nasional.Di sektor manufaktur, AI dapat mengurangi biaya serta menyeimbangkan stok dan permintaan. Di sektor logistik, AI membantu memetakan armada dan jalur distribusi berdasarkan prakiraan musiman. Dan pada akhirnya, peningkatan produktivitas inilah yang akan menarik lebih banyak investasi teknologi ke Indonesia.
“Begitu perusahaan-perusahaan lokal bisa membuktikan bahwa dengan AI mereka lebih efisien dan berkualitas, investor akan datang. Ini yang sedang dilakukan negara-negara tetangga, dan kita tidak boleh tertinggal terlalu jauh,” tuturnya.
Dia melihat alokasi belanja negara yang sudah naik walaupun masih kecil dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia Tenggara . Pemerintah bisa menjadi salah satu motor membuat digitalisasi di Indonesia.
“Kita lihat sebenarnya pemerintah kita sudah mulai melakukan itu. Maksudnya ina digital. Sistem pemerintahan berbasis elektronik atau Egov. Atau di dalam itu ada Peruri digital. Itu sebuah bagian bagaimana pemerintah mulai melakukan otomatisasi data,” tegas dia.
Roy menjelaskan langkah tersebut pada akhirnya akan mendorong peningkatan belanja di sektor teknologi. Ia menambahkan, pemerintah saat ini tidak hanya fokus pada program digitalisasi saja, tetapi juga mulai mendorong pemanfaatan teknologi tersebut secara nyata dalam berbagai layanan dan proses kerja.
“Jadi, pada saat semua sudah mulai digitalisasi, pihak swasta pun juga akan sadar karena ternyata pemerintah sudah mulai efisien. Kalau mereka nggak berbenah diri pihak swasta untuk menjadi digital juga, mereka juga akan berubah,” tegas dia.
Lalu, yang kedua, adalah pendidikan di bidang digital. Dia mengatakan pendidikan digital mempersiapkan kemampuan-kemampuan digital untuk memperkuat daya saing.
“Kita juga sempat mendengar dari Komdigi punya keinginan bekerjasama dengan pemerintah-pemerintah untuk membangun digital training center di setiap daerah. Minimal di tingkat provinsi, jadi ada 38 sekarang, 38 provinsi di seluruh Indonesia, minimal akan ada satu, digital training center,” tegas dia.
Hal ini bisa mendorong perkembangan startup dan industri baru di bidang digital, terutama kecerdasan buatan (AI) yang sangat berpotensi untuk meningkatkan perekonomian dan tingkat digitalisasi di Indonesia. AI kini menjadi salah satu pendorong utama inovasi.
“Seperti yang disebutkan, beberapa artikel belakangan ini bahkan menyatakan dalam 100 tahun terakhir, industri AI adalah satu-satunya yang mencetak miliuner dengan kecepatan paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa AI adalah sebuah disrupsi teknologi yang tidak hanya mengubah cara kita bekerja, tetapi juga membuka peluang finansial yang sangat besar,” tegas dia.
Meskipun sudah banyak perusahaan AI yang mencapai status decacorn (valuasi di atas USD10 miliar) di seluruh dunia, Indonesia masih belum memiliki decacorn AI. Ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi untuk terus mendorong inovasi dan mendukung pengembangan startup AI lokal agar bisa bersaing di kancah global.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id