Foto: BRIN
Foto: BRIN

Smart Sensing dan AI, Kunci Pemetaan Risiko Banjir dan Permukiman Kumuh

Mohamad Mamduh • 20 Juni 2025 18:22
Jakarta: Permukiman kumuh merupakan area perkotaan padat penduduk yang ditandai oleh perumahan yang tidak memadai dan kondisi hidup yang buruk (kurangnya akses ke layanan dasar seperti air bersih, sanitasi, perumahan layak, dan kepemilikan lahan yang aman), sangat rentan terhadap risiko banjir. 
 
Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Orbita Roswintiarti mengungkapkan, teknologi smart sensing terutama yang memanfaatkan data satelit, kecerdasan buatan (AI), dan analitik spasial dapat digunakan untuk memantau permukiman kumuh dan risiko banjir dari luar angkasa.
 
Dirinya dan tim melakukan riset dengan pemanfaatan teknologi smart sensing untuk memetakan permukiman kumuh dan tingkat keterpaparannya terhadap bahaya banjir di Kota Bandung. 

“Apa yang ingin dicapai dari penelitian ini, yaitu memetakan risiko banjir di permukiman kumuh Bandung menggunakan teknologi canggih, sambil berkontribusi pada upaya pengurangan risiko bencana dan tujuan pembangunan berkelanjutan global terkait kota dan iklim,” imbuhnya pada agenda The BRIN–ESCAP Workshop on Space Applications for Sustainable Development in Asia and the Pacific, Selasa 17 Juni 2025, di Jakarta. 
 
Lebih lanjut ia menjelaskan, permukiman kumuh disebabkan oleh urbanisasi yang cepat tanpa perencanaan, tingginya biaya tanah dan perumahan, kurangnya penegakan hukum dan regulasi pertanahan, dan lain sebagainya. Sementara penyebab banjir biasanya karena adanya banjir bandang (flash flood), luapan sungai, yang diperparah oleh sistem drainase yang buruk, invasi permukiman ke daerah rawan banjir, serta intensitas curah hujan yang tinggi.
 
Dalam mendeteksi pemukiman kumuh, riset ini menggunakan citra satelit SPOT-6 yang diambil pada 17 Agustus 2021, dengan resolusi spasial 1,5 meter. Data jaringan jalan, sungai/perairan, dan rel kereta api diperoleh dari OpenStreetMap serta data lainnya dari observasi lapangan.
 
“Indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi permukiman kumuh meliputi kepadatan atap yang tinggi, struktur bangunan yang tidak beraturan, jauh dari akses jalan, jalanan sempit, serta lokasi di sepanjang sungai dan jalur kereta api,” imbuh Orbita.  Sementara untuk peta daerah rawan banjir sumber data diperoleh dari Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Pemkot Bandung.
 
Dari riset yang dilakukan, Orbita menyimpulkan bahwa smart sensing, AI, dan pengetahuan lokal mampu memetakan permukiman kumuh di area yang luas dan memantau area tersebut lebih sering. Namun, teknologi ini tetap memerlukan cloud-free images, berdasarkan ukuran, kepadatan, dan pola, dengan pemrosesan data yang tinggi dan kompleks.
 
Sementara itu, tantangan ketersediaan citra penginderaan jauh, data di daerah rawan banjir, dan observasi lapangan yang bervariasi dari waktu ke waktu, dapat memengaruhi ketepatan hasil analisis. Oleh karenanya, Orbita merekomendasikan penggunaan teknologi lebih lanjut (SatGPT), integrasi dengan sistem peringatan dini, dan peningkatan infrastruktur sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. 
 
Dalam workshop yang merupakan rangkaian the 21st ASEAN Ministers Meeting on Science, Technology, and Innovation (AMMSTI-21) and the 87th ASEAN Committee on Science, Technology and Innovation (COSTI-87) tersebut, Direktur Pemetaan dan Evaluasi Resiko Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Udrekh menjelaskan, teknologi data satelit dan kecerdasan buatan AI dapat digunakan untuk meningkatkan upaya pengelolaan banjir di Jakarta. 
 
Di antaranya untuk real-time monitoring yang digunakan citra satelit (misalnya, InSAR, Sentinel, Landsat) dapat membantu melacak penurunan muka tanah (land subsidence), risiko genangan pesisir (coastal inundation risk), dan perubahan penggunaan lahan—terutama di daerah aliran sungai hulu.
 
“Kemudian flood forecasting with AI yang dapat menganalisis data spasial untuk mengidentifikasi zona rawan banjir dan mensimulasikan skenario banjir. Risk mapping and planning, menganalisis data spasial untuk mengidentifikasi zona rawan banjir dan mensimulasikan skenario banjir. Lalu decision support systems, berupa dashboard terintegrasi yang menggabungkan data satelit, sensor, dan data crowdsourced untuk mendukung keputusan real-time selama keadaan darurat banjir,” jelas Udrekh.
 
Senada dengan hal tersebut, Horas Yosua dari Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta juga mengungkapkan pihaknya telah memanfaatkan berbagai sistem informasi yang terintegrasi untuk mendukung pengelolaan banjir di Jakarta.
 
Di antaranya Heavy Equipment Monitoring, sistem yang memvisualisasikan lokasi alat berat (seperti ekskavator atau pompa) di peta untuk penanganan banjir; Climate Disaster Mitigation and Adaptation Information (MABI), infografis terkait kesiapan dan informasi tentang banjir rob dan upaya mitigasi bencana iklim; SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition), untuk mengontrol dan memantau infrastruktur pengelolaan air; Water Level Information, sistem yang menunjukkan data tinggi muka air (TMA); CCTV di berbagai Rumah Pompa Jakarta, Command Center 24 jam; dan sebagainya. 
 
“Dengan senang hati kita sangat terbukat untuk peluang riset khususnya terkait remote sensing, machine learning, AI, dan sebagainya (dengan negara lain), supaya kita bisa bekerja sama untuk dapat mengurangi risiko banjir di Jakarta,” ujarnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(MMI)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan