Jakarta: Microsoft bersama Universitas Indonesia (UI) sukses merampungkan rangkaian kompetisi Hackathon AI for Accessibility (AI4A) 2025, sebuah ajang tahunan yang secara konsisten mengajak para inovator muda di Asia Tenggara untuk menciptakan solusi berbasis kecerdasan buatan (AI) dari Microsoft.
Tujuannya adalah untuk memecahkan tantangan dunia nyata yang dihadapi oleh penyandang disabilitas, meliputi berbagai aspek kehidupan mulai dari aktivitas sehari-hari, pendidikan, komunikasi, hingga ketenagakerjaan.
Memasuki tahun keenam penyelenggaraannya, Microsoft kali ini menggandeng Fakultas Teknik Universitas Indonesia sebagai mitra utama dalam kompetisi bergengsi tersebut. Setelah melalui proses penjurian yang ketat dan seleksi yang cermat, dari total 46 tim yang berpartisipasi, terpilihlah 10 tim terbaik yang berhasil melaju ke babak grand final.
Dewan juri, yang terdiri dari Rahma Utami, S.Ds., M.A. (Accessibility Director, Suarise), F. Astha Ekadiyanto (Dosen Departemen Teknik Komputer dan Teknik Listrik, Fakultas Teknik UI), serta Edhot Purwoko, S.T., M.T.I. (Senior Technology Specialist, Microsoft), akhirnya menetapkan tim "The Leporidaes" sebagai pemenang utama.
Sebagai juara, tim ini berhak memperoleh berbagai dukungan eksklusif, termasuk pelatihan intensif bersama pakar Microsoft, langganan LinkedIn Premium, akses Azure for Students, serta pendampingan lanjutan untuk mengembangkan solusi mereka di Microsoft Azure.
Tim "The Leporidaes", yang beranggotakan mahasiswa dari Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Komputer UI , berhasil memukau para juri berkat inovasi solusi mereka yang diberi nama NeuroBuddy.
NeuroBuddy adalah sebuah alat deteksi dini neurodivergensi yang dikemas dalam bentuk permainan anak-anak berbasis AI. Permainan ini menampilkan maskot kelinci yang interaktif, dirancang untuk mengajak anak-anak berinteraksi.
Nantinya, setiap interaksi anak selama bermain akan dievaluasi secara cerdas oleh sistem untuk mendeteksi secara dini potensi disleksia, ASD (Autism Spectrum Disorder), atau ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).
Solusi ini diharapkan dapat mendorong inklusi dan menjembatani kesenjangan antara teknologi, disabilitas, dan stigma yang kerap melekat. Dalam operasionalnya, NeuroBuddy secara cerdik mengintegrasikan beragam layanan dari Azure Cognitive Service, menunjukkan pemanfaatan teknologi AI yang optimal.
Microsoft meyakini bahwa aksesibilitas merupakan kunci fundamental untuk mewujudkan misinya memberdayakan setiap individu dan organisasi di dunia agar dapat mencapai lebih banyak lagi.
Program Hackathon AI4A ini merupakan bagian integral dari komitmen global Microsoft senilai US$25 juta. Melalui kolaborasi erat dengan komunitas disabilitas, akademisi, dan developer, Microsoft berupaya memperluas manfaat AI untuk mendukung kehidupan sehari-hari, komunikasi, pendidikan, dan dunia kerja yang lebih inklusif.
“Banyak inovasi teknologi, termasuk AI, berawal dari upaya menjawab tantangan aksesibilitas, seperti fitur closed captions misalnya yang kini digunakan secara luas,” tutur Dharma Simorangkir, Presiden Direktur Microsoft Indonesia.
“Inilah bukti bahwa inovasi yang lahir dari kepedulian terhadap aksesibilitas pada akhirnya membawa manfaat luas bagi semua, karena setiap individu itu unik, teknologi pun harus mampu beradaptasi secara inklusif untuk memenuhi beragam kebutuhan tersebut,” jelasnya.
“Hackathon ini menjadi ruang untuk mewujudkan misi itu, dengan dukungan layanan Microsoft yang berkomitmen pada inklusivitas,” tambahnya.
Semangat inklusivitas yang diusung Microsoft sejalan dengan komitmen Universitas Indonesia (UI) untuk membangun lingkungan pendidikan yang inklusif. UI secara konsisten menghadirkan berbagai inisiatif nyata, mulai dari pendirian Unit Layanan Mahasiswa Disabilitas di sejumlah fakultas seperti Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Fakultas Psikologi, hingga penyediaan layanan pendampingan belajar dan proses seleksi masuk yang inklusif.
Tujuannya adalah untuk memecahkan tantangan dunia nyata yang dihadapi oleh penyandang disabilitas, meliputi berbagai aspek kehidupan mulai dari aktivitas sehari-hari, pendidikan, komunikasi, hingga ketenagakerjaan.
Memasuki tahun keenam penyelenggaraannya, Microsoft kali ini menggandeng Fakultas Teknik Universitas Indonesia sebagai mitra utama dalam kompetisi bergengsi tersebut. Setelah melalui proses penjurian yang ketat dan seleksi yang cermat, dari total 46 tim yang berpartisipasi, terpilihlah 10 tim terbaik yang berhasil melaju ke babak grand final.
Dewan juri, yang terdiri dari Rahma Utami, S.Ds., M.A. (Accessibility Director, Suarise), F. Astha Ekadiyanto (Dosen Departemen Teknik Komputer dan Teknik Listrik, Fakultas Teknik UI), serta Edhot Purwoko, S.T., M.T.I. (Senior Technology Specialist, Microsoft), akhirnya menetapkan tim "The Leporidaes" sebagai pemenang utama.
Sebagai juara, tim ini berhak memperoleh berbagai dukungan eksklusif, termasuk pelatihan intensif bersama pakar Microsoft, langganan LinkedIn Premium, akses Azure for Students, serta pendampingan lanjutan untuk mengembangkan solusi mereka di Microsoft Azure.
Tim "The Leporidaes", yang beranggotakan mahasiswa dari Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Komputer UI , berhasil memukau para juri berkat inovasi solusi mereka yang diberi nama NeuroBuddy.
NeuroBuddy adalah sebuah alat deteksi dini neurodivergensi yang dikemas dalam bentuk permainan anak-anak berbasis AI. Permainan ini menampilkan maskot kelinci yang interaktif, dirancang untuk mengajak anak-anak berinteraksi.
Nantinya, setiap interaksi anak selama bermain akan dievaluasi secara cerdas oleh sistem untuk mendeteksi secara dini potensi disleksia, ASD (Autism Spectrum Disorder), atau ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).
Solusi ini diharapkan dapat mendorong inklusi dan menjembatani kesenjangan antara teknologi, disabilitas, dan stigma yang kerap melekat. Dalam operasionalnya, NeuroBuddy secara cerdik mengintegrasikan beragam layanan dari Azure Cognitive Service, menunjukkan pemanfaatan teknologi AI yang optimal.
Microsoft meyakini bahwa aksesibilitas merupakan kunci fundamental untuk mewujudkan misinya memberdayakan setiap individu dan organisasi di dunia agar dapat mencapai lebih banyak lagi.
Program Hackathon AI4A ini merupakan bagian integral dari komitmen global Microsoft senilai US$25 juta. Melalui kolaborasi erat dengan komunitas disabilitas, akademisi, dan developer, Microsoft berupaya memperluas manfaat AI untuk mendukung kehidupan sehari-hari, komunikasi, pendidikan, dan dunia kerja yang lebih inklusif.
“Banyak inovasi teknologi, termasuk AI, berawal dari upaya menjawab tantangan aksesibilitas, seperti fitur closed captions misalnya yang kini digunakan secara luas,” tutur Dharma Simorangkir, Presiden Direktur Microsoft Indonesia.
“Inilah bukti bahwa inovasi yang lahir dari kepedulian terhadap aksesibilitas pada akhirnya membawa manfaat luas bagi semua, karena setiap individu itu unik, teknologi pun harus mampu beradaptasi secara inklusif untuk memenuhi beragam kebutuhan tersebut,” jelasnya.
“Hackathon ini menjadi ruang untuk mewujudkan misi itu, dengan dukungan layanan Microsoft yang berkomitmen pada inklusivitas,” tambahnya.
Semangat inklusivitas yang diusung Microsoft sejalan dengan komitmen Universitas Indonesia (UI) untuk membangun lingkungan pendidikan yang inklusif. UI secara konsisten menghadirkan berbagai inisiatif nyata, mulai dari pendirian Unit Layanan Mahasiswa Disabilitas di sejumlah fakultas seperti Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Fakultas Psikologi, hingga penyediaan layanan pendampingan belajar dan proses seleksi masuk yang inklusif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News