Karl Anderbeck, International Language Assessment Consultant dari SIL Islands Asia, menyampaikan materi mengenai klasifikasi bahasa berdasarkan dua pendekatan, yaitu Etnolog dan Glottolog. Ia menjelaskan bahwa Etnolog digunakan untuk merekonstruksi sejarah manusia dan invarian budaya, sementara Glottolog lebih konservatif dalam mengelompokkan bahasa.
“Setiap metode pengelompokan memiliki cara yang berbeda. Saat menggunakan Gabmap untuk mengelompokkan bahasa di suatu wilayah, hasilnya belum dapat langsung digunakan dalam artikel ilmiah,” ujarnya.
Selanjutnya, Fernando Gusmao, spesialis survei bahasa dari Ethnologue Project Indonesia, memandu praktik lanjutan dengan menekankan pentingnya integrasi data dari Gabmap dengan temuan lapangan.
‘’Studi kasus pemetaan bahasa menjadi fokus utama, termasuk pengelompokan berdasarkan fono statistik, pemetaan dialek, serta pendekatan linguistik historis komparatif,’’ jelas Fernando.
Ia menekankan tiga aspek penting dalam pemetaan bahasa dengan Gabmap. Pertama, eksplorasi fitur-fitur untuk pembuatan proyek. Kedua, penggunaan data peta seperti Google Earth untuk menentukan titik pengamatan dan proses normalisasi data. Ketiga, perlunya diskusi lintas disiplin dalam proses identifikasi data.
Fandis Nggarang, spesialis sensus etnolog dari Ethnologue Project Indonesia dan Suluh Insan Lestari, menambahkan bahwa analisis fonologis sangat berbeda dengan analisis kata-kata karena diproses dalam peta morfologi. Ia menekankan bahwa estimasi berbasis argumentasi dapat merepresentasikan kondisi di lapangan dengan akurasi 80-85%.
“Metode pengolahan data yang kuat ini menjadi peluang bagi penelitian berbasis kognitif dan kerja sama tim. Oleh karena itu, kolaborasi sangat diperlukan dalam mengembangkan kerangka penelitian,” pungkasnya.
Pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman peserta dalam pemetaan bahasa secara lebih akurat dan efektif menggunakan Gabmap
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News