Ika mengatakan, walaupun kegiatan riset difokuskan pada ketahanan tanaman terhadap penyakit layu bakteri, namun pada saat seleksi di lapang, penyakit lain seperti hawar daun dan virus juga sekaligus menjadi faktor yang turut menjadi penentu seleksi calon varietas, selain daya atau potensi hasilnya.
“Kami bersama tim riset berupaya mencari terobosan baru di bidang bioteknologi, yaitu mengombinasikan kultur in vitro dengan induksi mutasi dan seleksi in vitro,” jelas Ika, dalam webinar HortiActive#15, bertema “Metode Pemuliaan Kentang dari Konvensional Ke Modern, Menjawab Tantangan Industri dan Perubahan Iklim”, Selasa 22 April 2025.
Pendekatan mutagenesis dan seleksi in vitro dipilih karena keragaman genetik lebih mudah dibangun melalui induksi mutasi, misalnya melalui iradiasi. “Kentang adalah tanaman yang diperbanyak secara vegetatif. Populasi kultur in vitro lebih mudah ditangani, sehingga mutan yang solid lebih cepat diperoleh,” terangnya.
Pemilihan atas individu yang tahan terhadap penyakit layu bakteri dapat dilakukan lebih dini di laboratorium dengan cara seleksi in vitro yang dikonfirmasi dengan uji in planta.
“Alasan penting lainnya adalah bahwa prosedur pelepasan atau pendaftaran varietas kentang yang dibangun berdasarkan teknik induksi mutasi tidak memerlukan prosedur yang rumit seperti pada produk rekayasa genetika (PRG),” ujar Ika.
Dari kegiatan mutasi genetik yang telah dilakukan, didapatkan beberapa varietas baru dan sudah mendapatkan Tanda Daftar varietas, yaitu varietas Granitas, Grantika, Agropita, Chipita, Bio Viola, dan Bio Agriva (Tanda Daftar didapatkan pada 2023), serta Medita dan Medichi (Tanda Daftar didapatkan pada 2024).
Lebih rinci, Ika menguraikan beberapa langkah dalam kegiatan metagenesis in vitro. Pertama, melakukan pemilihan varietas (Granola, Repita, Agria, Vega, Papita, dan Medians). Kemudian melakukan induksi mutasi dengan sinar gamma (0-90 Gy) untuk melihat radiosensitivitas dan penentuan nilai LD50 hingga diperoleh putatif mutan.
Selanjutnya, tahapan subkultur minimal dilakukan sebanyak empat kali untuk mendapatkan mutan solid M1V4. Langkah selanjutnya adalah melakukan seleksi in vitro dengan menggunakan suspensi bakteri R. solacearum untuk mendapatkan mutan putatif.
“Proses subkultur berikutnya bertujuan untuk perbanyakan materi uji hingga diperoleh M1V6, lalu dilakukan aklimatisasi planlet dan seleksi in planta untuk mendapatkan mutan lolos seleksi dan benih uji,” bebernya.
Langkah berikutnya adalah analisis molekuler, histologi, dan biokimia untuk mengetahui faktor yang berperan dalam kerentanan dan ketahanan tanaman kentang terhadap penyakit layu bakteri, dilanjutkan dengan perbanyakan benih di lapang yang dihasilkan umbi G2.
Pengujian atau seleksi selanjutnya dilakukan di lapang, yaitu melalui uji daya hasil pendahuluan (UDHP) untuk mendapatkan data dan benih uji. Kemudian dilakukan uji daya hasil lanjutan (UDHL) hingga diperoleh data untuk deskripsi dalam rangka pendaftaran varietas.
Pengujian baru, unik, seragam, dan stabil (BUSS) diperlukan sebelum varietas dilisensi. Uji keunggulan dan kebenaran atau uji multilokasi (UML) diperlukan hingga diperoleh pemberian Tanda Daftar varietas unggul baru atau varietas spesifik lokasi (jika pengujiannya pada satu lokasi), supaya benihnya dapat disebarluaskan atau dikomersialkan secara legal.
“Peningkatan dosis sinar gamma terbukti dapat menghambat pertumbuhan kultur kentang, baik pada daerah tajuk maupun area perakaran. Induksi mutasi secara iradiasi sinar gamma dapat menyebabkan peningkatan keragaman genetik berdasarkan karakter morfologi dan marka molekuler,” kata Ika.
Ika menambahkan bahwa ada banyak permasalahan dalam komoditas kentang, di antaranya adalah rendahnya produktivitas kentang di tingkat petani.
Indonesia masih dibanjiri kentang impor yang dalam hal ini adalah kentang olahan. Selain itu juga terbatasnya varietas kentang yang tahan terhadap penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum, sumber gen ketahanan terhadap penyakit banyak diperoleh dari tanaman liar yang memiliki level ploidi yang berbeda dengan kentang budi daya.
Kemudian adanya kendala pada pemuliaan secara konvensional yang mencakup pada pembungaan, jumlah kromosom yang berbeda dan endosperm balance number (EBN).
Dirinya berharap, dengan adanya varietas baru hasil penelitian ini dapat meningkatkan produktivitas kentang nasional. Kemudian dengan adanya pengurangan aplikasi pestisida sintetik, maka akan lebih ramah terhadap lingkungan dan aman bagi konsumen.
“Selain itu, ke depannya juga diharapkan terjadi substitusi impor kentang olah sehingga dapat menghemat devisa negara, dan petani memiliki pilihan atau referensi untuk pembudidayaan kentang sesuai dengan preferensi pasar,” tutup Ika.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News