Ilustrasi: Kaspersky
Ilustrasi: Kaspersky

Ancaman Siber Kuantum di Asia Pasifik: Apakah Kita Siap?

Mohamad Mamduh • 19 Agustus 2025 11:07
Jakarta: Komputasi kuantum, yang dulunya hanya sebatas konsep ilmiah, kini semakin mendekat menjadi kenyataan. Seiring dengan pertumbuhan pesat teknologi ini, terutama di kawasan Asia Pasifik (APAC), Kaspersky menyoroti potensi risiko siber yang signifikan.
 
Negara-negara seperti Tiongkok, Jepang, India, Australia, Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan menjadi pemimpin global dalam pengembangan komputasi kuantum, didukung oleh pemerintah dan adopsi cepat di sektor keuangan, farmasi, dan startup.
 
Inti dari pergeseran teknologi ini adalah kemampuannya yang sangat kuat namun juga berpotensi merusak. Komputer kuantum pada akhirnya dapat memecahkan banyak metode enkripsi yang ada saat ini, menimbulkan kekhawatiran serius terhadap keamanan siber global.

Di sisi lain, teknologi ini juga menjanjikan terciptanya standar enkripsi baru yang tahan kuantum, yang dapat membentuk kembali cara kita mengamankan informasi digital di masa depan. Meskipun kemampuan ini sebagian besar masih dalam tahap laboratorium, urgensi untuk persiapan tetaplah tinggi.
 
"Pasar komputasi kuantum di Asia Pasifik saat ini mengalami pertumbuhan pesat, diperkirakan mencapai USD1,78 miliar pada tahun 2032 dari USD392,1 juta tahun lalu, dengan CAGR kuat sebesar 24,2%. Ini menarik sekaligus mengkhawatirkan."
 
"Organisasi di sini harus menyadari bahwa komputasi kuantum adalah garda depan siber berikutnya. Ia dapat membuka inovasi terobosan, sekaligus mengantarkan kawasan ini ke era baru ancaman keamanan siber," ungkap Sergey Lozhkin, Kepala Tim Riset & Analisis Global untuk META dan APAC di Kaspersky.
 
Kaspersky mengidentifikasi tiga risiko utama yang perlu diwaspadai:
 
Simpan Sekarang, Dekripsi Nanti (Store Now, Decrypt Later)
Pelaku ancaman sudah mengumpulkan data terenkripsi saat ini, dengan tujuan mendekripsinya di masa mendatang seiring kemajuan kemampuan kuantum. Taktik ini dapat membongkar informasi sensitif bertahun-tahun setelah transmisi awal, termasuk pertukaran diplomatik, transaksi keuangan, dan komunikasi pribadi.
 
Sabotase dalam Blockchain dan Aset Kripto
Jaringan blockchain, termasuk Bitcoin dan Ethereum, tidak kebal terhadap ancaman kuantum. Algoritma Tanda Tangan Digital Kurva Eliptik (ECDSA) yang digunakan sangat rentan, berpotensi mengarah pada pemalsuan tanda tangan digital, serangan terhadap dompet kripto, dan manipulasi riwayat transaksi blockchain.
 
Ransomware Tahan Kuantum
Di masa depan, operator ransomware canggih mungkin mengadopsi kriptografi pasca-kuantum untuk melindungi muatan berbahaya mereka. Ransomware "tahan kuantum" ini akan dirancang untuk menahan dekripsi oleh komputer klasik maupun kuantum, membuat pemulihan tanpa membayar tebusan menjadi hampir mustahil.
 
Meskipun komputasi kuantum belum menjadi ancaman langsung saat ini, transisi ke kriptografi pasca-kuantum akan memakan waktu bertahun-tahun. Persiapan harus dimulai sekarang. Komunitas keamanan siber, perusahaan TI, dan pemerintah harus berkoordinasi untuk mengembangkan strategi yang jelas dalam bermigrasi ke algoritma pasca-kuantum.
 
"Risiko paling kritis sebenarnya bukan terletak di masa depan, tetapi di masa sekarang: data terenkripsi dengan nilai jangka panjang sudah berisiko mengalami dekripsi di masa mendatang," tambah Lozhkin.
 
"Keputusan keamanan yang kita buat hari ini akan menentukan ketahanan infrastruktur digital kita selama beberapa dekade. Pemerintah, pemangku bisnis, dan penyedia infrastruktur harus mulai beradaptasi sekarang, atau menghadapi risiko kerentanan sistemik yang tidak dapat diperbaiki secara retroaktif."
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(MMI)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan