Bermula sekitar 12 tahun lalu, Jemi mengajak para sukarelawan dari berbagai latar belakang untuk melakukan program Traveling and Teaching dengan mengunjungi tempat indah nan unik di seluruh penjuru negeri sembari mengajar serta melakukan kegiatan sosial lainnya. Jemi pun memanfaatkan media sosial Meta dalam upayanya menemukan orang-orang dengan kesamaan visi untuk memberi perubahan berarti bagi anak-anak di seluruh Indonesia.
“Saya mengalami sendiri sulitnya mendapatkan pendidikan yang layak, mulai dari tinggal di panti asuhan demi mengenyam pendidikan dasar hingga kerja serabutan untuk bisa kuliah. Saat melihat langsung kondisi sekolah di pedalaman yang memprihatinkan, saya pun bertekad untuk mengubah nasib mereka yang sama-sama kurang beruntung seperti saya dalam hal pendidikan. Jadi, lahirlah 1000 Guru yang diharapkan bisa memberi semangat bagi anak-anak untuk terus belajar dan mencapai cita-citanya,” tutur Jemi.
Salah satu kisah perjalanan Jemi dan komunitas 1000 Guru yang paling berkesan adalah saat mengunjungi suatu sekolah di pedalaman Desa Boti, Nusa Tenggara Timur. Jemi dan para sukarelawan melihat semangat belajar yang sangat tinggi dari para murid meskipun kehidupan mereka sangat terbatas. Bagi Jemi, pengalaman ini semakin meningkatkan motivasi teman-teman komunitas 1000 Guru untuk menjangkau lebih banyak pelosok di Indonesia.
Membangun komunitas 1000 Guru melalui media sosialMerintis komunitas 1000 Guru bukanlah perjalanan mudah. Jemi sempat kesulitan merekrut sukarelawan dan meyakinkan publik akan kondisi pendidikan bagi anak-anak di pedalaman.
Di sinilah kehadiran platform media sosial dari Meta, seperti Instagram, Facebook, dan WhatsApp, punya andil besar dalam menumbuhkan komunitas 1000 Guru. Fitur Instagram Stories bahkan sangat membantu anggota 1000 Guru di berbagai daerah dalam membagikan kegiatan komunitas. Pasalnya, setiap sukarelawan dapat membuat snackable content dengan praktis dan menarik minat lebih banyak orang untuk bergabung ke dalam komunitas 1000 Guru.
“Bisa dibilang, komunitas 1000 Guru tidak akan bisa menjangkau ratusan ribu anak-anak di pelosok Indonesia dan menjadi sebesar ini tanpa media sosial, khususnya Instagram. Awalnya, kami pakai Instagram untuk membuat akun perwakilan daerah, contohnya 1000 Guru Medan atau 1000 Guru Gorontalo. Lalu, kita unggah setiap kegiatan di daerah terkait di akun-akun tersebut. Ternyata cara ini mendapat respon yang cukup baik sampai sekarang,” ujar Jemi.
Jemi pun mengatakan bahwa WhatsApp merupakan saluran komunikasi utama bagi komunitas 1000 Guru. “Seiring dengan bertambahnya anggota komunitas 1000 Guru di berbagai daerah, komunikasi menjadi salah satu tantangan terbesar untuk dapat menjalankan program secara efektif dan efisien. WhatsApp Group mampu mengatasi tantangan tersebut. Kami bisa saling berbagi informasi dengan mudah dan cepat, baik itu di tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun peninjauan program,” ucap Jemi.
Saat ini, komunitas 1000 Guru telah tersebar di 40 kota di Indonesia, dari Aceh hingga Papua dan telah membantu anak-anak di beberapa negara di Asia Tenggara, termasuk di perbatasan Indonesia-Malaysia, Thailand, Laos, Vietnam, Myanmar, dan Kamboja. Sepanjang 2012–2023, komunitas tersebut telah memberikan akses pendidikan yang lebih baik bagi 130.000 anak-anak dengan melibatkan 30.000 sukarelawan. S
elain itu, komunitas 1000 Guru juga memberdayakan masyarakat setempat dengan membagikan 20.000 paket makanan bergizi, melakukan renovasi 10 gedung sekolah, serta membangun 10 gedung perpustakaan dan 10 Mushola.
Jemi memiliki visi besar untuk masa depan komunitas 1000 Guru. Ia ingin agar komunitas ini bisa menjangkau lebih banyak anak di berbagai pelosok dan menginspirasi lebih banyak orang untuk ikut berkontribusi dalam menciptakan akses pendidikan yang lebih baik.
“Mimpi utama saya adalah membuat komunitas 1000 Guru bisa semakin maju dan berkembang, khususnya melalui Teaching and Traveling. Kami ingin terus menyebarkan dampak positif dari kegiatan komunitas ini agar dapat memberikan perubahan berarti bagi anak-anak yang kurang beruntung di lebih banyak daerah. Kami ingin melihat mereka juga bisa merasakan pendidikan yang menyenangkan tanpa takut belajar hal baru karena kendala jarak, ruang, dan waktu,” kata Jemi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News