Ilustrasi
Ilustrasi

Bukan Lagi Manusia, Kita Mungkin Nego Uang Tebusan Sama Bot AI di 2026

Mohamad Mamduh • 10 Desember 2025 13:10
Jakarta: Bayangkan skenario buruk ini: sistem perusahaan terkunci oleh serangan siber. Kita segera menghubungi pelaku untuk menegosiasikan pemulihan data. Namun, di ujung sana, tidak ada manusia yang mengetik balasan. Kemudian sedang berhadapan dengan algoritma dingin yang dirancang untuk memeras semaksimal mungkin tanpa rasa takut atau lelah.
 
Ini bukanlah fiksi ilmiah, melainkan prediksi nyata dari laporan terbaru Trend Micro, The AI-Fication of Cyberthreats: Security Predictions for 2026. Laporan tersebut memperingatkan bahwa lanskap ransomware sedang mengalami transformasi radikal menuju operasi yang sepenuhnya otomatis, di mana peran manusia semakin minim dan digantikan oleh efisiensi mesin yang mematikan.
 
Menurut laporan tersebut, pada tahun 2026, kelompok ransomware akan meningkatkan taktik pemaksaan mereka menggunakan bot pemerasan berbasis AI. Bot ini dirancang untuk terlibat langsung dengan korban dalam negosiasi uang tebusan. Tren ini bahkan sudah mulai terlihat gejalanya saat ini; laporan mencatat bahwa sindikat seperti Global Group Ransomware telah mulai bereksperimen dengan agen negosiasi otomatis ini.

Pergeseran ini menandakan industrialisasi kejahatan siber. Jika sebelumnya negosiasi membutuhkan tenaga kerja manusia dan waktu, penggunaan AI memungkinkan penyerang menangani ribuan korban secara bersamaan dengan konsistensi yang menakutkan. Serangan akan berevolusi menjadi operasi otonom yang memindai kerentanan, mengeksploitasi sistem, dan melakukan pemerasan dengan input manusia yang sangat minimal.
 
Perubahan tidak hanya terjadi pada cara negosiasi, tetapi juga pada inti serangannya. Trend Micro memprediksi bahwa penyerang akan beralih dari sekadar enkripsi data murni menuju eksploitasi data yang cerdas.
 
Dengan bantuan AI, para penjahat siber kini memiliki kemampuan untuk menganalisis data curian jauh lebih cepat daripada manusia. AI memungkinkan mereka memindai media non-teks seperti gambar, rekaman suara, dan video untuk mengidentifikasi aset korban yang paling sensitif.
 
Informasi ini kemudian digunakan untuk memberikan tekanan yang ditargetkan secara presisi. Taktik pemaksaan pun meluas, mulai dari menghubungi regulator, membocorkan media yang dimanipulasi, hingga memfabrikasi skandal untuk memaksa korban membayar.
 
Bahaya terbesar dari tren ini adalah kemudahan akses. Meningkatnya otomatisasi dan alat Ransomware-as-a-Service (RaaS) yang didukung AI akan mendemokratisasi serangan ini. Hal ini memungkinkan pelaku ancaman dengan keterampilan rendah sekalipun untuk meluncurkan kampanye serangan yang kompleks dan adaptif.
 
Hambatan untuk masuk ke dunia kejahatan siber telah bergeser; dari yang tadinya membutuhkan keahlian teknis mendalam, kini hanya perlu mengetahui cara menggunakan alat bertenaga AI.
 
Menghadapi musuh yang tidak pernah tidur ini, Trend Micro menyarankan organisasi untuk tidak hanya fokus pada pertahanan perimeter. Karena pembayaran tebusan diprediksi akan menurun—mendorong penyerang untuk lebih sering membocorkan data publik—fokus pertahanan harus pada ketahanan (resilience).
 
Perusahaan perlu menanamkan keamanan ke dalam setiap tahap adopsi AI dan otomatisasi mereka. Pertahanan masa depan harus mampu bergerak secepat mesin, menggunakan platform pertahanan AI agenik yang mampu melakukan triase, bertindak, dan menahan serangan pada kecepatan mesin, karena solusi keamanan warisan akan kesulitan mengimbangi kecepatan serangan otomatis ini.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MMI)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan