"Faktanya, ada undang-undang tentang transportasi. Fakta lain, ada aspirasi dari masyarakat yang ingin layanan transportasi umum yang lebih aman," kata Rudiantara.
Dan saat ini, transportasi umum berbasis online tersebut dianggap lebih nyaman dengan harga yang lebih terjangkau. Dia berharap, akan dapat ditemukan sebuah solusi yang memuaskan semua pihak.
Sementara itu, dari segi teknologi, Rudiantara menjelaskan bahwa OTT (Over-The-Top) global yang hendak beroperasi di Indonesia harus memiliki Badan Usaha Tetap (BUT). Peraturan mengenai hal ini sedang dipersiapkan dan diharapkan sudah akan siap di akhir bulan ini.
Dengan memaksa pelaku OTT global seperti Uber dan Grab untuk mendirikan perusahaan di Indonesia, hal ini diharapkan akan dapat menyeimbangkan playing field antara usaha transportasi konvensional dan transportasi berbasis aplikasi dalam hal legalitas dan juga pajak.
Saat ini, penyedia transportasi konvensional terikat oleh banyak peraturan. Namun, peraturan tersebut tidak berlaku untuk penyedia transportasi umum berbasis online seperti Grab dan Uber.
Belajar dari negara lain, seperti Amerika Serikat, sebagaimana dikutip dari LA Times, ada 3 opsi yang dimiliki pemerintah: memaksa penyedia transportasi online untuk mengikuti peraturan yang sama dengan penyedia transportasi konvensional, menghapuskan penyedia transportasi online atau mengubah peraturan untuk transportasi konvensional menjadi lebih sederhana.
Rudiantara menyebutkan, nantinya, Kementerian Perhubungan akan melakukan perubahan pada regulasi agar transportasi konvensional dan tranportasi berbasis aplikasi dapat berjalan berdampingan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News