Inisiatif tersebut dilakukan tim peneliti dari Pusat Riset Ekonomi Industri, Jasa, dan Perdagangan (PR EIJP) BRIN, bekerja sama dengan Politeknik Negeri Madura (Poltera) dan Diskominfo Pemprov Jawa Barat. Riset ini dibahas dalam diskusi panel dalam rangkaian Simposium Internasional Pareto 2025, di Kampus BRIN Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (08/08).
Dalam pemaparannya, Ketua Tim Peneliti BRIN, Winarni menjelaskan bahwa evaluasi pemerintah digital di Indonesia yang responsif terhadap keterlibatan masyarakat menjadi fokus utama.
Diungkapkannya, transformasi digital pemerintah Indonesia dimulai sejak diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003, yang dikenal sebagai E-Government. Kemudian berkembang menjadi Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE).
Pada tahap pertama, timnya fokus pada pembuatan model penilaian yang mengidentifikasi elemen dan faktor-faktor pembentuknya, serta menyusun konsep dasar model tersebut.
Ia menambahkan, selanjutnya, timnya melakukan pengembangan model tersebut hingga ke studi kasus implementasi dalam konteks pemerintahan daerah dan pusat, dengan durasi studi terbatas satu bulan.
Dikatakannya, salah satu inovasi utama dari model ini adalah penambahan indikator penilaian yang berfokus pada pengalaman dan keterlibatan pengguna layanan pemerintah. Lalu ia menegaskan bahwa indikator ini diintegrasikan ke dalam domain layanan yang merupakan bagian dari struktur SPBE.
"Kami mengusulkan penilaian terhadap aspek kemudahan pengguna, kecepatan layanan, aksesibilitas, keandalan sistem, inklusivitas, dukungan bahasa, dan kualitas informasi," jelas Winarni.
Selain itu, tim juga menekankan pentingnya pengumpulan data secara otomatis melalui sistem yang ada. Seperti survei kepuasan masyarakat dan data analitik dari log sistem, sehingga penilaian lebih objektif dan efisien.
"Kami mengembangkan prototipe sistem yang mampu menampilkan hasil penilaian secara otomatis, tanpa perlu proses offline yang memakan waktu," imbuhnya.
Namun, proses pengujian dan implementasi menghadapi sejumlah kendala. Termasuk, risiko gangguan layanan dan tantangan akses ke aplikasi yang dikelola pihak ketiga. "Kami berupaya melakukan uji coba di dua daerah, yaitu Pemda Sampang dan Pemda Oki, dengan waktu pengumpulan data dari 11 agustus hingga 11 september," ujarnya.
Dijelaskan Winarni, pengembangan ini merupakan bagian dari upaya transformasi digital nasional. Harapannya, mampu meningkatkan kepercayaan dan partisipasi masyarakat dalam layanan pemerintahan digital. "Pelayanan yang tulus dan penuh integritas adalah kunci keberhasilan transformasi ini," tuturnya.
Dengan inovasi ini, diharapkan evaluasi pemerintah digital di Indonesia tidak hanya berorientasi pada aspek teknis. Tetapi juga, mampu mengukur tingkat keterlibatan dan kepuasan masyarakat secara objektif dan berkelanjutan.
Hal tersebut ditanggapi Darmawan Napitulu yang mengkritisi penyempurnaan model Pengukuran Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Ia menjelaskan bahwa sejak 2003 hingga 2018, indikator SPBE mengalami perubahan. Sementara saat ini, Winarni ingin mengurangi bobot output layanan dengan memasukkan indikator penilaian dari pengguna.
Dengan hal itu, dikhawatirkannya, langkah tersebut bisa menurunkan skor indeks karena selama ini skor tinggi didominasi oleh dimensi output. Ini yang banyak dimanfaatkan pemerintah daerah untuk mengembangkan aplikasi sendiri.
Darmawan juga menyoroti pentingnya memasukkan penilaian dari masyarakat agar pengukuran lebih seimbang dan objektif. Ia menyarankan agar pengukuran dilakukan secara terpisah antara sisi penyelenggara dan pengguna, agar hasilnya bisa dibandingkan dan tidak saling mengaburkan. “Perubahan ini harus dipertimbangkan matang-matang agar indeks SPBE tidak justru menurun signifikan,” ujarnya mengingatkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id