Telegram adalah platform yang banyak digunakan di Iran dengan lebih dari 40 juta pengguna dari total populasi 80 juta orang. Menurut laporan Recode, Telegram memegang peran penting dalam protes anti-pemerintah. Namun, kemudian, juga muncul massa yang mendukung pemerintah Iran.
Kemarin, Menteri Telekomunikasi Iran, Mohammad-Javad Azari Jahromi menuliskan pesan CEO dan pendiri Telegram, Pavel Durov via Twitter, memintanya untuk mengawasi pengguna Telegram dengan lebih ketat.
"Sebuah channel Telegram mempromosikan kekerasan, penggunaan bom molotov, demonstrasi bersenjata dan keresahan sosial. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk membatasi pesan-pesan seperti itu via Telegram," tulisnya.
Beberapa jam kemudian, Durov membalas, mengatakan bahwa Telegram akan menanggapi permintaan pemerintah dengan serius.
"Ajakan untuk melakukan kekerasan dilarang oleh peraturan Telegram. Jika terkonfirmasi, kami akan memblokir channel tersebut, tidak peduli ukuran atau afiliasi politiknya," kata Durov melalui Twitter.
Setelah itu, Durov tampaknya berhasil mengonfirmasi bahwa sebuah channel di Telegram memang mendorong kegiatan kekerasan dan mengumumkan bahwa Telegram akan menangguhkan channel tersebut.
Media sosial lain, seperti Facebook dan Twitter, juga pernah menghadapi masalah serupa. Mereka harus bisa menentukan obrolan politik apa yang boleh ditampilkan di platform mereka dan obrolan apa yang dilarang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id