Foto: BRIN
Foto: BRIN

BRIN Soroti Rendahnya Adopsi Teknologi Digital oleh UMKM Indonesia

Mohamad Mamduh • 24 Juli 2025 18:09
Jakarta: Pada 2024, kondisi UMKM di Indonesia berjumlah 99% atau 66 juta unit, kontribusi PDB nya 61,07% atau 8,573 triliun, dengan kontribusi ekspornya 16%.
 
Faktor penyebabnya adalah rendahnya adopsi teknologi digital akibat lemahnya infrastruktur digital, akses modal terbatas untuk upgrade teknologi karena tidak bankable, dan legalitas tidak terpenuhi. Kompetensi seperti literasi, keahlian dan inovasi Digital SDM rendah, dan inovasi digital rendah akibat adopsi teknologi digital yang lemah.
 
“Faktor penyebab lainnya sulit mencapai skala ekonomi. Kewirausahaan rendah, sebagain besar menjadi UMKM untuk bertahan hidup,” papar Bahtiar Rifai dari Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan OR TKPEKM BRIN pada webinar Diseminasi Inovasi Daerah: Mendorong Daya Saing Daerah melalui Penguatan UMKM Berbasis Teknologi AI, Rabu 23 Juli 2025.

Sedangkan usaha besar hanya 1% atau 31.795 unit dengan kontribusi PDB sebesar 1.019 triliun, serta kontribusi ekspornya sebesar 58%. Hal tersebut dapat disimpulkan, bahwa UMKM jumlah besar namun produktivitas per unit usaha sangat rendah dan kontribusinya juga rendah.
 
“AI penting untuk UMKM, karena AI dapat bekerja dengan sumber daya terbatas, sementara UMKM memiliki keterbatasan akses misalnya manusia, modal, teknologi, informasi, dan kolaborasi. Meningkatkan daya saing UMKM di era digital, bekerja efisien dan cerdas (AI bukan kemewahan namun alat bertahan usaha UMKM Modern),” tambahnya.
 
Ia melanjutkan, otomatisasi tugas rutin yang dapat mengefisienkan waktu, karena UMKM adalah CEO (Chief Everything Officer). Mendekatkan kepada konsumen/ pelanggan: user experience yang berdampak pada penjualan.
 
“Keputusan bisnis yang cepat, tepat, serta akurat, kemudian optimalisasi sumber daya yang berdampak pada efisensi dan daya saing bisnis. Meningkatkan potensi usia bisnis UMKM hanya 30% bertahan di tahun kelima,” urainya.
 
Ada beberapa kendala adopsi AI untuk UMKM, misalnya UMKM sedang berproses transformasi digital, AI masih menjadi hal asing dan mewah. Lemahnya AI Competence UMKM, karena sekitar 80% Pengusaha UMKM lulusan SMA ke bawah, dengan 90% gen Baby Boomer dan Gen x. Infrastruktur Digital internal UMKM yang belum mendukung, rata-rata hanya memiliki gadget HP.
 
“Terbatasnya permodalan dan akses pembiayaan untuk investasi digital, terbatasnya pilihan teknologi AI yang sesuai dengan kondisi digital UMKM, sehingga membutuhkan modifikasi dan penyesuaian agar berdampak bagi UMKM. Kekhawatiran atas resiko penggunaan AI,” bebernya.
 
Dia juga menerangkan, risiko adopsi AI di UMKM, seperti investasi infrastruktur berbiaya tinggi sementara UMKM terbatas dalam permodalan. Ketergantungan vendor, disebabkan keterbatasan akses teknologi dan penumbuhan inovasi digital sehingga bergantung pada pihak eksternal.
 
“Integrasi sistem data yang kompleks dan cukup sulit bagi UMKM sehingga membutuhkan pendampingan/asistensi. Keamanan data akibat lemahnya infrastruktur digital dan literasi digital, privasi data akibat AI competence yang rendah,” unggahnya.
 
Dia menambahkan, ada juga penipuan dan keamanan siber saat transaksi keuangan, serta sulit membedakan keaslian dokumen, dan scam. Pengurangan karyawan, AI akan menggantikan manusia tanpa keahlian AI, dan ini berdampak pada resiko konflik sosial di Masyarakat.  
 
“Tantangan adopsi AI di UMKM, berdasarkan Survey Kelopok Riset KBE BRIN pada 2022 terhadap 1500 UMKM 12 Provinsi di Indonesia adanya generation gap, kurang dari 5% dikelola generasi Y dan Z sebagai native digital. Lemahnya regenerasi sebanyak 95% anak pemilik usaha tidak mau melanjutkan usaha karena gengsi, malu dan merasa bisnis orang tua tidak keren,” rincinya.
 
Kesiapan adopsi digital level 2 (dari 5), ungkapnya, akibat lemahnya infrastruktur, talenta, pembiayaan dan perencanaan bisnis. Kesenjangan infrastruktur digital, talenta digital yang semakin menurun dari barat ke timur Indonesia.
 
“Timbulnya dilema bahwa Investasi tinggi vs peningkatan penjualan, lemahnya kolaborasi saat transfer dan akses pengetahuan digital UMKM terbatas. UMKM lebih banyak berada di Tingkat Kabupaten/Kota,” sambungnya.
 
Menurutnya, dibutuhkan kebijakan AI bagi UMKM, berupa akselerasi Pembangunan infrastruktur digital dan talenta digital di Indonesia tengah dan timur untuk mengurangi kesenjangan digital. Membangun super apps AI untuk UMKM kolaborasi bersama dengan startup Indonesia untuk memastikan software AI yang ramah, sesuai, dan bertanggungjawab.
 
“Kolaborasi dengan Rumah BUMN dan CSR Swasta untuk membantu penyediaan infrastruktur digital bagi UMKM. Kolaborasi dengan kampus lokal dan komunitas untuk membangun AI academy di tingkat Provinsi.
 
AI Innovation grant and competition untuk menghasilkan AI bagi UMKM, penguatan kapasitas digital dan pembiayaan PLUT (Pusat Layanan Usaha Terpadu) sebagai pendamping AI bagi UMKM hingga tingkat kabupaten,” tutupnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(MMI)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan