Satu tahun belakangan, Facebook sering mendapatkan kritik keras karena dianggap tidak sigap dalam mengatasi ujaran kebencian yang menargetkan Muslim Rohingya di Myanmar, seperti yang dilaporkan Engadget.
Pada Maret, PBB mengkritik Myanmar dan menduga bahwa terjadi pembantaian pada etnis Rohingya di negara tersebut. PBB juga mengkritik Facebook, menyebutkan bahwa perusahaan teknologi itu memiliki peran dalam konflik itu. Lebih dari 700 ribu Muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.
Pada bulan April, aktivis-aktivis Myanmar membuat sebuah surat terbuka pada CEO Facebook Mark Zuckerberg. Dalam suratnya, mereka menyebutkan bahwa usaha Facebook untuk mengatasi ujaran kebencian di Myanmar tidak sekeras seperti yang Facebook ungkapkan.
Zuckerberg membalas surat itu, meminta maaf karena tidak sadar pentingnya peran organisasi aktivis Myanmar untuk membantu Facebook memahami konflik yang terjadi di sana. Untuk mengerti konflik yang terjadi di Myanmar dengan lebih baik, Facebook mengirimkan lima pekerjanya. Meski mereka hanya tinggal di Myanmar selama dua hari, mereka bertemu dengan para aktivis dan membahas isu Hak Asasi Manusia.
Sejak saat itu, Facebook dikabarkan telah berusaha lebih keras untuk menghilangkan ujaran kebencian dan organisasi yang mengobarkan kebencian di media sosialnya.
"Jika Anda punya lebih dari satu juta pengguna di sebuah negara dan Anda tidak tahu apapun tentang negara tersebut, Anda harus melakukan penelitian dasar," kata seorang aktivis, Victoire Rio pada View News.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News