Perubahan cara belajar yang dibawa oleh teknologi AI terasa nyata, memungkinkan guru untuk menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), membuat asesmen, hingga mendampingi murid dengan kebutuhan khusus secara lebih efektif. Transformasi ini didorong oleh para guru yang berani mencoba dan bereksperimen, sejalan dengan semangat yang diusung oleh program Microsoft Elevate.
Melalui program Microsoft Elevate, Microsoft bersama mitranya menargetkan untuk melatih 500.000 talenta bersertifikat AI hingga tahun 2026, dengan fokus utama pada praktik nyata di ruang kelas, komunitas, dan layanan publik. Dua kisah inspiratif dari ribuan pendidik yang terlibat adalah Nuryam Gazi dan Anis Damayanti, yang membuktikan bahwa AI dapat menjadi rekan mengajar yang memperkaya pengalaman tanpa menggantikan sentuhan manusiawi seorang guru.
Nuryam Gazi, seorang guru sekaligus Penggerak Digital di Wonosari, Gorontalo, yang mengajar di wilayah 3T, melihat AI sebagai peluang, bukan hambatan, meski akses teknologi masih terbatas. Berkenalan dengan Copilot dan konsep AI Agent melalui Microsoft Elevate, Nuryam membuat AI Agent Pembuat Modul Ajar.
Ia menceritakan, "Dulu, menyusun modul ajar sering memakan waktu berhari-hari. Sekarang, saya punya ‘teman’ yang bisa membantu menyusun struktur awal...". AI membantunya memangkas waktu pada hal-hal teknis, sehingga ia bisa lebih fokus mendampingi murid secara langsung, sesuatu yang tidak bisa digantikan oleh teknologi.
Sementara itu, di Malang, Jawa Timur, Kepala SLBS BCG Idayu 1, Anis Damayanti, berinovasi untuk pendidikan inklusif. Ia melihat literasi digital sebagai jembatan penting agar anak berkebutuhan khusus dapat mengakses jendela dunia yang lebih luas. Di sekolahnya, siswa diajak mengeksplorasi platform coding sederhana dan menuangkan ide melalui generative AI.
Terobosan paling menarik adalah penggunaan teknologi bantu bagi murid tunanetra, seperti “tongkat pintar” berfitur audio, yang membantu mereka menavigasi lingkungan dengan lebih percaya diri. Selain itu, screen reader berbasis AI juga memungkinkan murid tunanetra dan tunarungu mengakses literasi secara mandiri. Anis menegaskan, "Anak-anak berkebutuhan khusus tidak boleh lagi tertinggal di era AI".
Kisah Nuryam dan Anis menunjukkan bahwa AI menjadi bermanfaat di tangan guru yang peduli, mau belajar, dan berani mencoba hal baru. AI telah terbukti sebagai alat yang dapat menghemat waktu administratif, merancang pembelajaran yang lebih terukur, dan membuka akses pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus.
Arief Suseno, AI Skills Director Microsoft Indonesia, menyampaikan bahwa masa depan digital Indonesia ditentukan oleh siapa yang membentuknya. Dengan penguasaan keterampilan AI yang tepat, guru akan terus menjadi pahlawan yang menyiapkan generasi untuk bersaing di dunia global.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News