Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pemanfaatan AI, machine learning, dan teknologi AI lainnya untuk mempercepat transformasi digital dan mendorong daya saing di level global. Menurut Strategi Nasional untuk Kecerdasan Artifisial (Stranas KA) 2020-2045, AI diperkirakan akan berkontribusi USD366 miliar pada perekonomian Indonesia pada satu dekade mendatang, dengan fokus pada empat area utama: kesehatan, pendidikan, reformasi birokrasi dan keamanan pangan.
Inisiatif AI dalam sektor publik di Indonesia
Di berbagai sektor publik di Indonesia, AI telah digunakan untuk melancarkan berbagai proses administratif dan meningkatkan kualitas layanan masyarakat.
Sebagai contoh, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi (Kementerian PANRB) telah mengembangkan sebuah strategi untuk menggunakan AI dalam mengelola berbagai komplain yang disampaikan oleh masyarakat, melalui Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) - Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!). Inisiatif terkini seperti Halo Kemenkes, sebuah chatbot berbasis AI yang menyediakan informasi dan konsultasi mengenai COVID-19 dan masalah kesehatan lainnya.
AI juga punya potensi yang besar untuk merevolusi industri tradisional seperti pertanian, perkebunan, dan manufaktur dengan mengoptimalkan produksi, distribusi, dan konsumsi. Sebagai contoh, Kementerian Pertanian telah mengembangkan sistem berbasis AI yang digunakan dalam platform kolaboratif PISAgro (Partnership for Indonesia’s Sustainable Agriculture), yang memberikan para petani data secara real time dan rekomendasi mengenai manajemen hasil pertanian, pengendalian hama, dan akses pasar.
Contoh lain adalah sistem berbasis AI yang disebut eFishery, yang membantu peternak ikan mengawasi dan mengendalikan pemberian pakan, kesehatan, dan pertumbuhan ternak mereka.
Mengoptimalkan value AI sembari menyeimbangkan risiko dan keterbatasan yang inheren
Implementasi solusi AI secara besar-besaran bukan tanpa tantangan dan risiko. Tantangan operasional meliputi minimnya infrastruktur dan talenta ICT, kekhawatiran mengenai privasi dan keamanan data, biaya implementasi yang tinggi, dan risiko etika.
Di tengah kondisi pembangunan AI di Indonesia yang masih berkembang, mungkin ada perlawanan dan kurangnya dukungan pada inisiatif-inisiatif AI. Terlebih lagi, ada kekurangan tenaga kerja profesional yang bisa mengembangkan dan mengimplementasi teknologi AI, dan keberadaan infrastruktur ICT mungkin tidak cukup untuk mendukung pengembangan teknologi AI lebih lanjut.
Ada juga risiko etika terkait dengan AI, seperti potensi bias dalam algoritma AI. Tantangan ini membutuhkan peraturan strategis yang kompleks, efektif dan efisien untuk mewujudkan visi dari pengembangan AI. Pemerintah Indonesia membutuhkan kerangka peraturan yang secara langsung mendukung persyaratan dan implementasi teknologi AI.
Ketika lembaga-lembaga pemerintahan di Indonesia mengandalkan AI untuk mentransformasi operasional dan layanan masyarakat, berikut adalah beberapa saran tentang bagaimana lembaga-lembaga tersebut dapat mengoptimalkan value AI saat ini sambil menyeimbangkan risiko dan keterbatasan:
1. Mulai dari kecil. Pada awalnya, batasi akses dan kemampuan. Mulai dengan penggunaan yang sederhana dan berisiko kecil. Perlahan perluas kemampuan saat manfaatnya sudah terbukti dan risiko sudah bisa diatasi.
2. Tingkatkan kualitas kumpulan data. Pastikan Anda bisa mempercayai data Anda dengan hanya menggunakan data pelatihan yang beragam, berkualitas tinggi yang mewakili demografis dan sudut pandang berbeda. Pastikan untuk memeriksa data secara berkala.
3. Buat strategi mitigasi. Miliki rencana untuk mengatasi masalah seperti munculnya konten berbahaya, penyalahgunaan data dan algoritma yang bias. Nonaktifkan model jika muncul masalah serius.
4. Kenali masalah operasional yang bisa dipecahkan oleh AI. Kenali dan prioritaskan potensi penggunaannya berdasarkan nilai potensial mereka bagi perusahaan, juga potensi dampak dan kelayakan.
5. Tetapkan prinsip dan kebijakan etika AI yang jelas. Bentuk dewan peninjau etika untuk mengawasi proyek AI dan pastikan mereka selaras dengan nilai-nilai etika. Perbarui kebijakan sesuai kebutuhan ketika tantangan baru muncul.
6. Lakukan pengujian ketat. Uji model generative AI untuk mengetahui kesalahan, bias, dan masalah keamanan sebelum diterapkan. Tetap lakukan pengawasan model setelah peluncuran.
7. Tingkatkan kemampuan menjelaskan model AI. Jalankan teknik seperti LIME untuk memahami perilaku model dengan lebih baik. Buat keputusan-keputusan yang penting bisa interpretasikan.
8. Kolaborasi lintas sektor. Bermitra dengan kalangan akademik, industri dan masyarakat sipil untuk mengembangkan praktik-praktik terbaik. Belajar dari pengalaman yang lain.
9. Tingkatkan kepakaran AI di pemerintah. Pekerjakan staf bidang teknik. Sediakan pelatihan mengenai etika AI, tata kelola dan mitigasi risiko.
10. Komunikasikan secara transparan dengan publik. Bagikan pembaruan teknologi dan libatkan masyarakat dalam pembuatan kebijakan AI. Bangun kepercayaan publik melalui pendidikan tentang AI.
(Sherlie Karnidta, Country Manager, Indonesia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id