Dengan menggunakan agent AI, bisnis di seluruh dunia mulai memanfaatkan peluang pasar tenaga kerja digital senilai USD6 triliun. Di Indonesia, kebutuhan tenaga kerja digital diperkirakan mencapai 9 juta orang pada tahun 2030, dengan potensi kontribusi lebih dari USD70 miliar terhadap PDB nasional.
Namun, bisnis yang lambat beradaptasi dengan agentic AI berisiko tertinggal dari pesaing. Karena itu, pemimpin perusahaan harus mengambil langkah strategis. Di era kolaborasi manusia dan AI saat ini, ada dua hal utama yang perlu jadi fokus: pelatihan ulang (reskilling) besar-besaran dan membangun ekosistem AI yang bisa dipercaya.
Reskilling di Era Agentic AI
Untuk tetap kompetitif dan memanfaatkan peluang ekonomi dari AI, pemerintah Indonesia berencana meluncurkan National AI Roadmap pada pertengahan 2025, serta memperluas program pengembangan talenta digital agar siap menghadapi AI.Langkah ini sangat penting karena saat ini hanya 19% pekerja Indonesia yang memiliki keterampilan digital—jauh di bawah angka 58–64% di negara maju. Untuk mengejar ketertinggalan ini, perusahaan harus segera mengutamakan peningkatan keterampilan karyawan.
Karyawan perlu diberikan kesempatan belajar agar bisa berkolaborasi dengan AI, termasuk memahami dasar-dasar Agentic AI dan teknik prompt engineering, yaitu cara memberikan instruksi yang jelas dan efektif kepada sistem AI.
Sebagai contoh, peran seorang software developer yang kini terus berkembang. Dengan agen AI yang mampu menangani pekerjaan pemrograman rutin, developer dapat lebih fokus pada desain sistem dan perencanaan masa depan.
Dalam survei State of IT terbaru Salesforce, lebih dari 90% developer antusias dengan dampak AI terhadap karir mereka, dan 96% meyakini bahwa AI akan meningkatkan pengalaman mereka dalam bekerja. Empat dari lima developer bahkan percaya bahwa agen AI akan menjadi alat yang sama pentingnya dengan perangkat lunak tradisional dalam pengembangan aplikasi.
Selain keterampilan teknis, penting juga untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keahlian bisnis. Hal ini membantu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan aman, sehingga tim dapat lebih leluasa bereksperimen dengan AI. Kemudian, seiring karyawan semakin sering mengelola agen AI, baik satu maupun banyak sekaligus, pengembangan keterampilan manajerial dasar secara merata menjadi semakin penting.
Mengidentifikasi keterampilan yang dibutuhkan hanyalah langkah awal. Agar sukses di era agentic AI, perusahaan perlu menyusun strategi komprehensif yang mengintegrasikan keterampilan tersebut ke dalam rencana pengembangan tenaga kerja mereka, termasuk menetapkan target yang jelas dan mengukur pencapaiannya secara aktif.
Manajer juga perlu memberi bimbingan dan dukungan aktif kepada karyawan agar mereka tetap relevan dan terlibat di tengah perubahan.
Mengadopsi AI yang Dapat Dipercaya di Ekosistem Bisnis
Seiring berkembangnya kemampuan agen AI, tanggung jawab untuk mengelola risiko juga meningkat. Penting untuk memastikan sistem AI bekerja secara adil dan tidak memperkuat stereotip atau diskriminasi. Jika tidak dikelola dengan baik, AI bisa menimbulkan bias dan mengurangi kepercayaan pengguna.Untuk memanfaatkan potensi agentic AI secara maksimal, bisnis harus mengutamakan kepercayaan dan keamanan dalam setiap tahap pengembangan serta penerapannya. Hal ini mencakup penerapan langkah-langkah keamanan yang kuat dan kepatuhan terhadap praktik AI yang etis guna melindungi data dan memastikan penggunaan yang bertanggung jawab.
Guardrail atau pengamanan untuk agen AI dapat ditentukan lewat instruksi dalam bahasa alami, termasuk kapan sebuah tugas perlu dilimpahkan ke pekerja manusia. Masalah seperti privasi data dan potensi bias harus diatasi sejak awal lewat protokol perlindungan data dan komunikasi yang transparan.
Selain itu, perusahaan juga perlu menyediakan alat yang mendukung transparansi dan memberi pengguna kendali atas tugas yang dikerjakan AI. Karyawan harus memahami kemampuan dan keterbatasan agen AI yang mereka gunakan, serta memiliki akses untuk mengatur otomatisasi sesuai kebutuhannya.
Kekuatan Reskilling dan Kepercayaan dalam Mendorong Inovasi
Transformasi menuju era AI tentu membawa tantangan, terutama dalam memastikan karyawan memiliki akses ke infrastruktur yang tepat, data berkualitas tinggi, serta keterampilan yang relevan.Namun, dengan berinvestasi dalam peningkatan keterampilan dan pelatihan yang komprehensif, perusahaan dapat membantu timnya bekerja efektif dengan AI, beradaptasi dengan perubahan di dunia kerja, dan mendorong inovasi di era tenaga kerja digital.
Membangun infrastruktur yang mendukung kepercayaan dan transparansi juga akan berperan penting dalam mengurangi gangguan dan membuka peluang pertumbuhan baru.
Pada akhirnya, investasi dalam AI dan manusia, serta memastikan keduanya dapat berkolaborasi secara harmonis, akan membantu bisnis di Indonesia berkembang pesat dan mencapai potensinya di era AI agentic.
(Bunga Sugiarto, Regional Director Salesforce Indonesia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News