Untuk menunjukkan keseriusan mereka, kemarin, Jumat (2/9/2016), LINE Indonesia memperkenalkan Managing Director pertama, Ongki Kurniawan. Dalam acara yang diadakan di Crematology Coffee Roasters ini, Ongki mengaku telah ditunjuk menjadi Managing Director pada bulan Juni. Namun, karena LINE masih sibuk dengan IPO di bulan Juli, dia baru dapat memperkenalkan diri kemarin.
Data dari jangkauan aplikasi messaging dan media sosial di Indonesia berdasarkan Gfk via eMarketer.
Sebelum menjadi bos LINE Indonesia, Ongki pernah bekerja untuk XL, salah satu operator besar di Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, dia telah bekerja untuk XL selama 7 tahun. Sepuluh bulan sebelum kepergiannya dari XL, Ongki menjabat sebagai Chief Digital Services Officer. Tugasnya tidak ringan karena harus mengawal transformasi XL menjadi perusahaan digital dengan 7 pilar utama.
Mengingat posisinya cukup krusial, banyak pertanyaan muncul ketika Ongki akhirnya memutuskan hijrah ke LINE Indonesia. Ada apa gerangan? Apakah Line punya rencana besar untuk ekspansi bisnis di Indonesia? Atau, Ongki sekadar "kuda troya" agar kelak, ketika LINE serius menggarap pasar Indonesia --termasuk merilis layanan Mobile Virtual Network Operator (MVNO) seperti di Jepang--, XL akan bisa memetik untung dalam sebuah kerja sama yang saling menguntungkan?
Ekspansi Layanan
Pada awal tahun ini, LINE mengeluarkan misi: closing the distance alias menghilangkan jarak. Sebagai aplikasi komunikasi, LINE sudah tentu akan memudahkan penggunanya untuk saling berkomunikasi. Tapi, peran LINE "menghilangkan jarak" tidak sebatas itu saja, tapi juga memberikan peluang kepada pengguna, baik sebagai konsumen atau kreator stiker, games atau komik digital.
Di sisi lain, kita juga melihat LINE mulai serius menggarap layanan agregator berita dengan meluncurkan LINE Today. Selain berita, pengguna dapat mengakses komik dan games. Layanan ini kian melengkapi layanan yang sudah ada, termasuk Official Account, Business Connect hingga Line@.
Dengan kata lain, LINE menargetkan pasar konsumen dan juga korporasi sekaligus. Dengan Official Account, misalnya, perusahaan dapat menyiarkan pesan kepada semua orang yang menjadi pengikutnya. Di Indonesia, jumlah pengguna Official Account masih tergolong sedikit: sekitar 70-an. Dua di antaranya adalah Alfamart dan Starbucks. Alfamart berhasil mendapatkan pelanggan sebanyak lebih dari 8 juta, sementara pelanggan Starbucks mencapai lebih dari 5 juta.
Layanan lainnya adalah Business Connect, yang memungkinkan perusahaan dapat berinteraksi secara lebih menarik dengan konsumennya. Di Indonesia, pelaku bisnis pertama yang memanfaatkan Business Connect adalah Go-Jek.
Dengan Business Connect, pengguna LINE dapat memesan Go-Jek via LINE. Selain Go-Jek, pihak lain yang memanfaatkan Business Connect adalah Elevania dan Sale Stock. Ongki mengaku kagum dengan Sale Stock yang menggunakan taktik social shopping, memanfaatkan chatting untuk mengobrol dengan calon pembeli untuk meningkatkan tingkat penjualan.
Sementara Line@ adalah fitur yang ditujukan untuk penjual atau para blogger. Saat ini, terdapat 1 juta pengguna Line@, 40 persen di antaranya adalah UKM atau seller dan 40 persen lainnya adalah blogger.
Dengan Line@, seorang penjual dapat mempromosikan barang jualannya. Dua contoh pengguna Line@ yang paling sukses merupakan penjualan aksesori gadget dan fesyen hijab, dengan omset hingga Rp200 juta per bulan dan Rp400 juta per bulan.
Para blogger dapat memanfaatkan Line@ untuk mempromosikan konten mereka. Setelah sukses, mereka dapat menghasilkan uang dengan memonetisasi konten mereka. Tidak jarang, pelaku bisnis di Line@ mencoba untuk mempromosikan produknya melalui blogger pengguna Line@. Hal ini menunjukkan ekosistem yang mulai terbangun.
Kiprah LINE di Indonesia dan peluang menjadi MVNO
Bagaimanapun juga, LINE adalah aplikasi komunikasi. Saat ini, LINE Indonesia belum memberikan kontribusi besar pada pendapatan LINE secara keseluruhan. Ongki tampak tidak khawatir.
Dia mengatakan, tugasnya saat ini adalah menambah jumlah pengguna. Seperti yang dapat Anda lihat pada gambar di bawah, jumlah pengguna LINE di dunia tidak bertambah secara signifikan.

Sumber: Statista
Dalam skala global, kiprah LINE cukup menarik perhatian setelah IPO. Pada Maret 2016, LINE juga mengumumkan rencana menjadi MVNO (Mobile Virtual Network Operator). Sebagai tahap awal, LINE memulainya dengan merilis Line Mobile, hasil kerja sama dengan operator NTT DoCoMo di Jepang. Pengguna bisa menikmati layanan ini dengan berlangganan sebesar USD4.40 per bulan.
Dengan menjadikan Ongki --yang memiliki pengalaman bertahun-tahun di dunia operator-- sebagai bos di Indonesia, muncul pertanyaan, apakah LINE akan melakukan hal yang sama di Indonesia?
"Kita tidak menutup kemungkinan itu, tapi di sini, regulasi MVNO sendiri kan belum ada. Tapi, kita akan terus monitor hal itu. Pada akhirnya, kita kan aplikasi komunikasi dan MVNO adalah salah satu model di bisnis komunikasi. Kita tidak akan tutup kemungkinan kita akan consider at some point, tapi tidak sekarang," kata Ongki.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dalam berbagai kesempatan mengatakan, model bisnis MVNO di Indonesia sudah tak bisa dihindari lagi. Namun, untuk mewujudkannya, pemerintah perlu merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No 52 tahun 2000 tentang telekomunikasi dan PP No 53 tahun 2000 tentang frekuensi dan orbit satelit. Revisi itu setidaknya mengatur klausul agar operator bisa menyewakan spektrum frekuensi kepada pihak lain atau network sharing.
Kemenkominfo sebenarnya sudah pernah merancang draft revisi kedua PP tersebut. Namun, prosesnya masih tertahan di Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution.
Ongki menambahkan, dalam jangka pendek, LINE Indonesia akan lebih fokus mengembangkan konten dan commerce, serta memperkuat aplikasi messaging itu sendiri.
"Kalau saya lihat sih, MVNO itu tergantung bagaimana kita menawarkan model yang bagus untuk operator. Datang dari operator, saya tahu itu tidak mudah. Tentunya, jika modelnya sesuai dan kita punya value yang bisa kita share ke operator, jika itu win-win, kenapa tidak? Apalagi, jika ini bisa membantu masyarakat Indonesia mendapat layanan yang lebih bagus."
Jika regulasi sudah memungkinkan, kata Ongki, kehadiran MVNO akan memberikan banyak manfaat bagi pengguna di Indonesia.
Di Jepang, misalnya, MVNO bisa digabung dengan LINE Points. Jadi, setiap seseorang menelepon selama beberapa waktu, misalnya, dia akan mendapatkan poin. Poin itu bisa ditukar dengan stiker atau voucher.
"Nah, yang seperti itu kan lain dari layanan komunikasi biasa. Tapi ini hanya contoh di Jepang, bukan berarti ini akan diterapkan di Indonesia," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id