Ilustrasi: BRIN
Ilustrasi: BRIN

BRIN Soroti Risiko 'Ketergantungan Akut' Mahasiswa Terhadap AI

Mohamad Mamduh • 05 Desember 2025 09:39
Jakarta: Pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) di lingkungan perguruan tinggi kawasan Asia Tenggara (ASEAN) terus mengalami pertumbuhan. Namun, tingkat kesiapan dan tata kelola antarnegara menunjukkan kesenjangan yang cukup lebar.
 
Fakta tersebut terungkap dalam paparan hasil kajian sistematis yang disampaikan oleh Periset Pusat Riset Pendidikan (Pusrisdik) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Farida Hanun, dalam Seminar Naskah Publikasi dan Monitoring Evaluasi yang digelar secara daring, Kamis (27/11).
 
Dalam paparannya, Farida menjelaskan bahwa peta adopsi AI di perguruan tinggi ASEAN tidak merata. Singapura tercatat sebagai negara dengan ekosistem paling matang, baik dari sisi implementasi teknologi maupun tata kelolanya. Sebaliknya, negara-negara seperti Kamboja, Laos, dan Myanmar masih berada pada tahap awal adopsi.

Sementara itu, posisi Indonesia dinilai berada di tahap "berkembang". Kendati penggunaannya makin masif, Indonesia disorot karena belum memiliki kerangka regulasi dan tata kelola AI yang terpadu, khususnya di sektor pendidikan tinggi.
 
Berdasarkan tinjauan terhadap 40 studi terpilih, riset ini menemukan bahwa pendorong utama masifnya penggunaan AI di kampus adalah faktor kemudahan penggunaan, manfaat akademik yang instan, serta dukungan institusional.
 
Namun, Farida memberikan catatan kritis mengenai risiko di balik kemudahan tersebut, yakni meningkatnya ketergantungan mahasiswa.
 
“Ketergantungan muncul ketika AI tidak lagi menjadi alat bantu, tetapi mengambil alih proses berpikir mahasiswa,” tegas Farida.
 
Selain isu ketergantungan yang dapat menumpulkan daya kritis, riset ini juga menyoroti ancaman terhadap integritas akademik. Beberapa poin krusial yang ditemukan meliputi potensi plagiarisme berbasis AI, hilangnya rekam jejak proses belajar, hingga kerentanan terkait privasi dan keamanan data pengguna.
 
Merespons temuan tersebut, Farida menekankan pentingnya intervensi kebijakan untuk memastikan penggunaan AI yang etis dan bertanggung jawab. Ia mendorong perguruan tinggi untuk segera menyusun aturan main yang jelas.
 
“Perguruan tinggi membutuhkan aturan disclosure (keterbukaan penggunaan), metode asesmen yang autentik, dan tata kelola AI berlapis agar pemanfaatannya tetap terkendali,” ujarnya.
 
Sebagai informasi, artikel ilmiah dari riset ini telah diajukan ke jurnal bereputasi tinggi sebagai bagian dari komitmen BRIN dalam mengembangkan riset pendidikan yang relevan dengan transformasi digital.
 
Farida menyebut progres riset berjalan baik, meski ia mengakui masih adanya tantangan administratif dalam proses surat-menyurat dan keuangan yang diharapkan dapat lebih disederhanakan di masa depan. Kajian ini diharapkan dapat mendorong terciptanya ekosistem AI yang inklusif, etis, dan aman bagi dunia pendidikan tinggi di ASEAN.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MMI)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan