Pertanyaan topik ini yang sempat dibahas adalah soal impor ponsel atau hape di Indonesia pada tahun 2023 yang mencapai Rp30 triliun dan kaitannya dengan kedaulatan teknologi informasi. Tentu saja rencana soal pembangunan pabrik hape termasuk penyediaan sumber daya manusia pendukungnya tidak terlepas dari kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).
Pemerintah sejak lama sudah memberlakukan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang wajib dipenuhi oleh merek atau produsen hape dan dilaporkan kepada Kementerian Perindustrian.
Kebijakan TKDN mulai digalakkan oleh Kementerian Perindustrian bersama Ditjen SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sejak tahun 2017. Saat itu jaringan 4G resmi digelar di Indonesia, diikuti dengan kemunculan berbagai hape generasi 4G.
Jadi di dalam sebuah produksi hape maupun gadget lain harus memiliki unsur lokal atau dalam negeri, baik dari aspek software seperti memasukan aplikasi buatan karya bangsa maupun aspek hardware.
Khusus di aspek hardware, merek hape harus membangun pabrik yang komponennya diproduksi di dalam Indonesia. Saat ini nilai persentase minimal TKDN adalah 35 persen. Jika sebuah merek hape tidak bisa mengantongi sertifikasi memenuhi kandungan TKDN, maka hape tersebut tidak bisa dijual di Indonesia.
Hape atau smartphone yang tidak memiliki sertifikasi TKDN tapi dijual di Indonesia digolongkan sebagai hape black market alias pasar gelap sehingga dianggap sebagai barang ilegal.
Pada awal diberlakukan kebijakan TKDN, saat itu hampir setiap merek hape yang berjualan di Indonesia tidak lupa menyebutkan persentase TKDN yang sudah dimiliki pada peluncurannya. Saat itu persentase minimal TKDN pada hape adalah 30 persen namun di tahun 2021 naik menjadi 35 persen.
Kebijakan tersebut tercantum dalam Permenkominfo Nomor 13 Tahun 2021 yang berlaku efektif mulai bulan April 2022. Beberapa merek hape sempat angkat kaki dari Indonesia karena kesulitan memenuhi kebijakan TKDN 4G, misalnya merek OnePlus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News