Mengutip Phone Arena, selama ini, Galaxy sering menggunakan campuran chipset, sebagian pakai chipset internal yaitu seri Exynos, sebagian lain memakai chipset eksternal seperti seri Qualcomm Snapdragon, khususnya untuk model flagship versi global.
Namun, riwayat Exynos terkadang disertai kritikan yaitu performa panas, efisiensi daya kurang konsisten, serta perbedaan performa antar wilayah. Dengan membangun prosesor karyanya yang benar-benar disesuaikan untuk hardware dan software Galaxy, Samsung berharap bisa mengakhiri inkonsistensi ini.
Tim baru yang dibentuk yatu Custom SoC Development Team, berada di bawah divisi Device Solutions, menunjukkan bahwa Samsung ingin mengambil alih seluruh proses, dari desain, fabrikasi, hingga optimasi.
Chipset yang sepenuhnya dirancang Samsung ini diharapkan dapat memberikan efisiensi baterai lebih baik karena chip didesain agar sesuai dengan kapasitas baterai dan manajemen daya Galaxy, serta performa mulus dan stabil, terutama dalam jangka panjang, karena chip ditujukan spesifik untuk hardware dan antarmuka One UI.
Selain itu, chipset ini juga diharapkan dapat memudahkan integrasi fitur canggih seperti AI, pemrosesan kamera, dan komputasi berat dengan lebih optimal, tanpa bergantung sepenuhnya pada chip dari pihak ketiga.
Karena Samsung memiliki fasilitas foundry sendiri yaitu divisi fabrikasi chipset, hal ini memberi mereka keunggulan signifikan dibandingkan dengan perusahaan tanpa divisi ini. Artinya, Samsung dapat mengontrol seluruh alur produksi chipset, dari desain, fabrikasi wafer, hingga pengujian kualitas, memungkinkan integrasi hardware software secara menyeluruh.
Tim yang dibentuk berfokus pada pembuatan Application Processors (AP) yang dioptimalkan khusus untuk smartphone Galaxy, bukan SoC generik yang bisa digunakan oleh banyak pabrikan. Hal ini berbeda dari SoC Exynos yang dulu dirancang agar kompatibel dengan berbagai perangkat.
Penggunaan prosesor kustom ini bukan hal baru di industri. Sebelumnya beberapa merk, termasuk salah satu pesaing terbesar Samsung, sudah menerapkan strategi silicon khusus dan software terintegrasi untuk mencapai performa dan efisiensi maksimal.
Kini, Samsung dikabarkan ingin mengikuti, atau bahkan menyetarakan, pendekatan tersebut. Bagi pengguna Galaxy, termasuk di Indonesia, inisiatif ini bisa membawa sejumlah manfaat nyata termasuk baterai lebih awet dan performa stabil.
Sebab integrasi chip dengan perangkat bisa mengurangi panas berlebih, masalah yang sering dikeluhkan pengguna Exynos di masa lalu. Selain itu, inisiatif ini juga disebut akan menghadirkan pengalaman optimal untuk AI dan fitur canggih seperti fitur AI, kamera, multitasking, pemrosesan berat, akan lebih responsif dan stabil karena chipset dioptimalkan secara khusus.
Sementara itu, selama ini pengguna di luar Amerika Serikat (AS) terkadang mendapatkan perangkat dengan dukungan chipset Exynos, sedangkan di AS mendapatkan versi Snapdragon. Dengan chipset custom, Samsung bisa menyamakan pengalaman di semua wilayah.
Pengembangan chipset karyanya dari proses paling awal, yaitu desain, juga disebut akan memberikan daya saing lebih kuat terhadap rival. Dengan chipset ini, Galaxy bisa bersaing tidak hanya dari hardware, tapi juga integrasi chip-software seperti perangkat dengan integrasi vertikal milik kompetitor.
Kendati berpotensi besar, langkah ini juga memiliki tantangan seperti membuat chipset dari awal membutuhkan waktu, biaya, serta uji kualitas ekstensif dan jika ada cacat produksi, dampaknya bisa luas.
Selain itu, karena Galaxy tetap memakai Android + One UI, tantangan integrasi hardware-software tetap lebih rumit dibandingkan dengan sistem tertutup seperti iOS. Konsistensi pada rantai pasokan dan efisiensi produksi menjadi krusial, terutama jika fabrikasi chipset memakai proses fabrikasi canggih seperti 2nm atau GAA.
Jika rencana ini berjalan lancar, maka generasi mendatang Galaxy, berpotensi mulai seri S berikutnya atau foldable masa depan, sebab bisa menawarkan pengalaman lebih mulus, stabil, dan seutuhnya Samsung dari dalam.
Smartphone bukan sekedar perangkat Android standar lagi, melainkan perangkat yang dibangun secara vertikal, yaitu chip, hardware, dan software dirancang untuk bekerja bersama secara optimal. Hal ini bisa mendorong Samsung tidak hanya jadi pabrikan, tapi juga produsen silikon kompetitif, di tengah persaingan global yang makin ketat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News