Galaxy XR hadir dengan desain yang menutupi seluruh bidang pandang pengguna, namun tetap memungkinkan passthrough vision berkat kamera eksternal. Teknologi ini memungkinkan pengguna melihat dunia nyata sembari berinteraksi dengan elemen virtual. Selain itu, headset ini dilengkapi kamera pelacak mata untuk navigasi serta sensor pelacak tangan yang memungkinkan kontrol berbasis gestur.
Meski secara perangkat keras mirip dengan produk Apple dan Meta, Samsung dan Google menekankan bahwa keunggulan utama Galaxy XR terletak pada integrasi Android XR—sistem operasi baru hasil kolaborasi dengan Qualcomm—dan Gemini AI milik Google. Kombinasi ini diyakini menjadi pembeda utama di pasar yang masih mencari bentuk.
“Awalnya tidak mudah menyatukan tiga perusahaan besar dalam satu proyek,” ujar Won-Joon Choi, COO divisi mobile experience Samsung. “Namun kami melihat sinergi besar ketika menggabungkan XR dengan AI multimodal Gemini.”
Dalam demonstrasi, Gemini AI mampu menjawab pertanyaan terkait objek nyata yang dilihat melalui passthrough. Misalnya, ketika pengguna menanyakan merek sebuah kacamata, sistem langsung mengenali produk tersebut sebagai Gentle Monster dan menampilkan situs resminya. Dalam contoh lain, Gemini digunakan untuk mencari restoran pizza terbaik di area tertentu melalui Google Maps yang ditampilkan langsung di headset.
Meski begitu, pasar headset XR masih tergolong niche. Menurut Counterpoint Research, pengiriman perangkat XR Meta turun 11% secara kuartalan pada Q2, hanya mencapai 710 ribu unit. Namun, Samsung dan Google optimistis bahwa Galaxy XR akan menjadi batu loncatan menuju kacamata pintar AI yang lebih ringan dan praktis untuk penggunaan sehari-hari.
Dengan strategi ini, Samsung dan Google tampak berusaha membangun ekosistem jangka panjang. Caranya dengan membuat perangkat XR bukan hanya alat hiburan, tetapi juga pintu masuk menuju era baru komputasi berbasis AI yang dapat dikenakan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News