Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi telah mengirimkan surat untuk kedua perusahaan itu, meminta mereka untuk memblokir aplikasinya. Salinan dari surat itu dengan cepat beredar di media sosial.
Rencana pemerintah itu membuat masyarakat protes dan membuat sebagian orang mempertanyakan kebebasan masyarakat untuk berekspresi. Namun, Reuters melaporkan, pemerintah Afganistan kini telah menyatakan bahwa mereka tidak akan memblokir WhatsApp atau Telegram.
Baik Chief Executive Afghanistan, Abdullah dan wakil juru bicaranya membuat kicauan yang menyebutkan bahwa WhatsApp dan Telegram tidak akan diblokir setelah Abdullah bertemu dengan Presiden Ashraf Ghani.
President @ashrafghani and Chief Executive Abdullah met today & decided that there will be no ban on Whatsapp & Telegram in #Afghanistan.
— Dr. Abdullah (@afgexecutive) November 6, 2017
Sekarang, masalah pemblokiran ini memang telah terselesaikan. Namun, masih belum diketahui badan pemerintah apa yang ingin memblokir kedua layanan pesan tersebut. Meskipun Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi adalah pihak yang mengirimkan permintaan pada Telegram dan WhatsApp, seorang narasumber New York Times menyebutkan bahwa National Directorate of Security, badan intelijen Afganistan, adalah pihak yang sebenarnya ingin melakukan pemblokiran.
Alasan memblokir WhatsApp dan Telegram beragam, mulai dari rasa kekhawatiran akan keamanan sampai kualitas layanan dari kedua aplikasi tersebut.
Tidak peduli apa alasannya, banyak orang yang memprotes rencana pemerintah. Grup aktivis kebebasan berbicara di Afganistan menyebutkan bahwa langkah pemblokiran ini merupakan tindakan tirani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id