Panduan yang digunakan menyadur materi yang dirilis International Telecommunication Union (ITU) sejak tahun 2009 dan telah diperbarui di tahun 2020.
“Panduan ini ditujukan kepada empat kelompok, yaitu anak-anak, orang tua/wali/atau edukator, industri, dan pembuat kebijakan,” ujarnya saat membuka Seri Diskusi Publik Kecerdasan Buatan (AI) dengan tema AI for Child Online Protection di Jakarta.
Menurut Wamenkominfo Nezar Patria, panduan tersebut dapat digunakan untuk menciptakan ruang digital yang aman, partisipatori, inklusif, dan tepat secara usia untuk anak-anak.
“Bahkan ITU dengan National Cybersecurity Authority (NCA) dari Arab Saudi meluncurkan Program Creating a Safe and Prosperous Cyberspace for Children pada tahun 2020 yang memiliki dua pilar, yaitu capacity building, dan policy support,” tuturnya.
Wamenkominfo juga menunjukkan UNESCO’s Recommendation on the Ethics of Artificial Intelligence yang ikut diadopsi sebagai acuan panduan dalam melindungi anak-anak di ruang digital.
“Di dalamnya terdapat bahasan seputar penggunaan AI dan dampaknya bagi anak-anak, serta bagaimana tata kelola AI yang dapat memenuhi hak-hak dasar anak,” ucapnya.
Menurut Wamenkominfo Nezar Patria banyak negara di dunia memiliki kekhawatiran yang sama terhadap perkembangan AI. Bahkan, setiap negara mencari cara untuk memitigasi risiko penggunaan AI, terutama bagi anak-anak.
“Mereka lah yang akan menjadi generasi penerus dan mereka sudah akrab dengan AI sejak dini, kita bisa bayangkan 10-15 tahun lagi mereka lah pengguna AI yang sangat aktif,” ujarnya.
Oleh karena itu, Wamenkominfo menekankan arti penting keterlibatan semua pihak dalam merumuskan panduan dan mitigasi terhadap risiko negatif AI terhadap anak.
“Anak-anak mungkin lebih jago dari generasi sebelumnya karena mereka sudah berkenalan dengan AI sejak usia dini. Jadi perlu ada panduan-panduan etis, ataupun mitigasi risiko-risiko negatif yang mungkin terjadi pada anak,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News