Ilustrasi.
Ilustrasi.

Regulasi IMEI Aktif per 18 April, Konsumen Lama tak Terdampak

Cahyandaru Kuncorojati • 15 April 2020 17:53
Jakarta: Kebijakan validasi IMEI yang diteken tiga Kementerian: Kominfo, Perdagangan, dan Perindustrian akan diberlakukan pada 18 April 2020.
 
Dalam konferensi pers virtual hari ini, Rabu 15 April 2020, pemerintah dan ekosistem industri sepakat dengan  skema whitelist untuk memblokir ponsel ilegal yang aktif setelah tanggal 18 April 2020. 
 
Nur Akbar Said, Kepala Subdirektorat Kualitas Layanan dan Harmonisasi Standar Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, menyatakan bahwa Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) dari pengendalian IMEI ini sedang dalam proses harmonisasi.

“Insya Allah dalam dua hari ini akan selesai. Sedangkan untuk dasar hukumnya sedang kami koordinasikan dengan Menko Polhukam. Sebelum tanggal 18 April diharapkan sudah selesai,” ungkapnya.
 
Menurut Akbar, memang ada perubahan dari aturan sebelumnya. Sistem Informasi Basis Data Identifikasi Perangkat Telekomunikasi Bergerak (SIBINA) sudah tidak akan digunakan lagi.
 
Ini digantikan dengan Sistem Informasi Industri Nasional atau SIINAS yang akan terintegrasi dengan yang terintegrasi dengan CEIR (Central Equipment Identification Registration) dan EIR (Equipment Identity Register).
 
Status CEIR (Central Equipment Identification Registration) per 12 April 2020 ditegaskan bahwa instalasi CEIR di cloud sudah siap. Untuk kapasitas CEIR sendiri mencapai 1 miliar triplet (IMEI-MSISDN-IMSI).
 
“Sedangkan API untuk koneksi semua stakeholder sudah siap. Kemudian untuk integrasi dengan pihak operator, Telkomsel sudah siap terintegrasi, Indosat Ooredoo, XL, Smartfren dalam proses koneksi, H3I dalam uji PING test. Intinya sudah tidak ada masalah,” papar Akbar.
 
Nantinya aturan tersebut tidak akan mengganggu pada pengguna ponsel eksisting. Mereka yang membeli ponsel dan mengaktifkannya sebelum tanggal 18 April 2020 tetap akan mendapatkan layanan seluler.
 
“Aturan tersebut berlaku bagi konsumen yang membeli ponsel setelah tanggal 18 April 2020. Jika mereka membeli ponsel Black Market maka secara otomatis tidak akan mendapatkan layanan selular. Sementara mereka yang membeli ponsel dengan IMEI secara resmi, secara otomatis akan mendapatkan layanan selular,” kata Akbar.
 
Tidak hanya ponsel BM, juga ponsel turis atau siapapun yang datang dari luar negeri dengan membawa ponselnya tetapi menggunakan SIM operator seluler Indonesia secara otomatis tidak akan mendapatkan layanan seluler. Namun, jika para turis tetap menggunakan SIM negara asal dan menggunakan layanan roaming, tetap akan mendapatkan layanan seluler.
 
Najamudin, Kepala Subdirektorat Industri Peralatan Informasi dan Komunikasi, Perkantoran, dan Elektronika Profesional Kemenperin juga mengungkapkan hal yang sama. 
 
“Kemenperin pada dasarnya sudah siap. Hanya saja kami masih menunggu serah terima perangkat CEIR (Central Equipment Identification Registration) hibah dari Telkomsel dan menunggu keputusan, siapa yang akan mengelolanya.”
 
Wakil Ketua ATSI Merza Fachys menyatakan kesiapan terhadap pemberlakukan validasi IMEI. “Jika nanti ada penyempurnaan, akan terus dilakukan sampai nanti akhirnya 100 persen selesai. Setiap aturan baru memang tidak bisa selalu sempurna di awal, contoh seperti awal diberlakukan registrasi prabayar, semua baru bisa berjalan dengan baik setelah 2 tahun”.
 
Sementara itu, Ojak Manurung, Direktur Pengawasan Barang dan Jasa Kementerian Perdagangan, menyatakan pihaknya telah menyiapkan dua Peraturan Menteri.
 
Pertama, PM No. 78 tahun 2019 tentang petunjuk penggunaan layanan jaminan purna jual untuk produk elektronika dan telematika. Di dalamnya terkait dengan pasal yang menjamin bahwa produk yang diperdagangkan itu sudah tervalidasi atau teregistrasi.
 
Peraturan kedua adalah Permendag No. 79 Tahun 2019 terkait kewajiban mencantumkan IMEI pada kemasan untuk produk telepon seluler, komputer genggam, dan komputer tablet. “Bagi pelaku usaha, termasuk juga produsen dan importir wajib mencantumkan IMEI pada kemasan.”
 
Peraturan yang sama juga berlaku bagi masyarakat yang membeli ponsel secara online melalui marketplace. Menurut Ojak, para marketplace juga harus turut bertanggung jawab terhadap produk HKT (Handphone, Komputer Genggam, dan Tablet) yang diperjualbelikan.
 
Itu sebabnya, para market place pun harus meminta surat pernyataan dari para merchant bahwa tidak akan menjual produk HKT yang illegal.
 
Berdasarkan data dari APSI (Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia) memperkirakan hingga akhir 2019 setiap tahun pemerintah kehilangan potensi pajak hingga Rp2,8 triliun karena masuknya sekitar 11 juta ponsel ilegal.
 
Kerugian juga diderita 21 industri ponsel dalam negeri karena tidak mampu bersaing dengan ponsel BM yang harganya sekitar Rp300.000 di bawah harga ponsel lokal, dan sebagian dari mereka kini tidak berproduksi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MMI)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan