Di tengah ancaman keamanan siber yang semakin kompleks dan kekurangan tenaga ahli yang mencapai jutaan orang secara global, dunia korporat tampaknya masih belum memaksimalkan potensi dari kelompok bakat yang kurang terwakili.
Meskipun organisasi terus berjuang menutup kesenjangan keterampilan yang dianggap membahayakan keamanan mereka, data menunjukkan bahwa inisiatif perekrutan terstruktur untuk wanita dan minoritas telah menurun atau mendatar sejak survei pertama dilakukan pada tahun 2021.
Hingga saat ini, representasi wanita dalam tim IT dan keamanan siber global rata-rata hanya mencapai 27%. Sementara itu, keterlibatan kelompok minoritas berada di angka 20%. Angka ini menunjukkan lambatnya progres industri dalam menciptakan lingkungan kerja yang inklusif, yang padahal dapat menjadi solusi ampuh untuk mengatasi krisis kekurangan staf.
Laporan tersebut juga menyoroti kesulitan signifikan dalam menyerap tenaga kerja dari kalangan veteran militer. Responden survei menyebutkan bahwa veteran (43%) dan pasangan veteran (41%) adalah individu berkualifikasi yang paling menantang untuk ditemukan.
Padahal, veteran sering kali memiliki kedisiplinan dan pola pikir strategis yang sangat relevan untuk pertahanan siber. Namun, hanya 45% organisasi yang memiliki inisiatif perekrutan khusus untuk veteran, dan angka ini lebih rendah lagi untuk pasangan veteran, yaitu hanya 38%.
Salah satu akar masalah dari fenomena ini adalah ketergantungan industri pada kualifikasi akademis tradisional. Laporan Fortinet menemukan bahwa lebih dari setengah (52%) pengambil keputusan IT masih mempertimbangkan gelar sarjana empat tahun sebagai faktor dalam perekrutan.
Persyaratan gelar akademis ini sering kali menjadi penghalang bagi kandidat dari jalur non-tradisional—termasuk wanita yang ingin beralih karir atau veteran—yang mungkin memiliki keterampilan teknis mumpuni namun tidak memiliki ijazah formal universitas.
Fortinet merekomendasikan agar organisasi mulai melirik "jalur ganda" menuju keahlian. Dengan lebih menghargai sertifikasi profesional—yang kini dipertimbangkan oleh 65% responden—dan mengesampingkan syarat gelar empat tahun yang kaku, perusahaan dapat membuka pintu bagi kumpulan bakat yang lebih luas dan beragam.
Memperluas kriteria ini tidak hanya akan membantu mengisi posisi yang kosong, tetapi juga membawa perspektif baru yang krusial dalam melawan ancaman siber modern.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News