AI berkembang pesat memberikan manfaat dan efisiensi baru kepada organisasi atau perusahaan melalui kemampuan otomasi baru, kemudahan terhadap penggunaan dan akses yang lebih luas, dan variasi penggunaan yang lebih beragam.
AI diterapkan melalui solusi siap pakai seperti asisten virtual. Seiring dengan semakin pentingnya akses terhadap kecerdasan buatan, 44% organisasi kini sedang menanamkan AI ke dalam aplikasi dan proses pekerjaan lainnya yang sudah berjalan saat ini.
“Ketika kita berbicara mengenai adopsi, dari sudut pandang industri, sektor perbankan merupakan yang paling berminat. Begitu juga dengan perusahaan yang memperhatikan divisi IT,” kata Agnes Heftberger, General Manager & Technology Leader, IBM South East Asia, Australia, New Zealand and Korea (ASEANZK) dalam ajang IBM Think Singapore 2023. Ia melanjutkan, semua industri menunjukkan minat terhadap penggunaan AI, termasuk sektor manufaktur.
Pendorong utama dari adopsi adalah aksesibilitas yang membuat AI lebih mudah diterapkan di seluruh organisasi. Perusahaan juga menginginkan hal yang sama kepada AI untuk membantu mereka meningkatkan otomatisasi tugas sekaligus mengurangi biaya.
Kesenjangan dalam adopsi AI antara perusahaan besar dan kecil juga tumbuh secara signifikan. Perusahaan yang lebih besar kini 100% lebih mungkin menerapkan AI, ketimbang perusahaan kecil yang kemungkinannya hanya 69% pada tahun 2021.
Meskipun kemajuan telah dicapai, masih ada pekerjaan harus dilakukan oleh perusahaan untuk memastikan manfaat AI ini diterima konsumen. Caranya dengan menanamkan kepercayaan dan jaminan bahwa AI ini bertindak secara bertanggung jawab.
Misalnya, mayoritas organisasi itu telah mengadopsi AI, tetapi belum mengambil langkah penting untuk memastikan AI ini dapat dipercaya dan bertanggung jawab, seperti mengurangi bias yang tidak diinginkan.
Perusahaan juga sedang mencoba menerapkan AI di lebih banyak tantangan, yang punya dampak sosial serta lingkungan yang lebih luas. Tujuannya demi menutup kekurangan keterampilan atau tenaga kerja, sekaligus membantu memajukan lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG).
Dua pertiga perusahaan sudah atau sedang merencanakannya untuk menerapkan AI pada misi keberlanjutan mereka. Pernyataan Agnes mengenai semakin banyak organisasi atau perusahaan yang tertarik untuk mengadopsi AI ini didukung sejumlah data lainnya.
Laporan IDC berjudul Worldwide Artificial Intelligence Spending Guide menyebutkan, anggaran untuk AI di Asia Pasifik, termasuk software, layanan, dan perangkat keras yang mengutamakan AI, akan tumbuh mencapai USD49,2 miliar pada 2026, dengan rasio pertumbuhan tahunannya mencapai 24,5 persen, sepanjang 2021-2026.
Pengeluaran organisasi dan perusahan untuk AI untuk lima skenario penggunaan teratas bisa menjadi dua kali lipat, dari USD9,8 miliar pada tahun 2023 menjadi USD18,6 miliar pada tahun 2026.
Institusi perbankan membidik 92 persen dari total anggaran untuk AI untuk sistem deteksi penipuan dan investigasi berbasis AI, yang akan menggunakan mempelajari dan mengidentifikasi transaksi yang mencurigakan.
Sementara itu di Indonesia, Statista memproyeksikan pasar AI bakal mencapai USD1,1 miliar di tahun 2023. Pertumbuhan tahunannya (periode 2023-2030) diprediksi mencapai 19,7 persen, menghasilkan valuasi pasar sekitar USD4 miliar pada 2030.
Laporan The Economic Impact of Generative AI: The Future of Work in Indonesia juga memperkirakan AI generatif berpotensi membuka kapasitas produksi mencapai USD245,5 miliar. Ini setara dengan seperlima GDP 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News