Laporan bertajuk "Indonesia Waspada: Ancaman Digital di Indonesia Semester 1 Tahun 2025" ini menemukan total 133.439.209 serangan siber telah terjadi, dengan fokus utama pada gelombang eksploitasi celah keamanan atau Common Vulnerabilities & Exposures (CVE) dan kebangkitan kembali botnet Mirai yang ganas menargetkan perangkat Internet of Things (IoT).
Meskipun angka tersebut terdengar masif, dengan rata-rata 9 serangan per detik atau lebih dari 737.000 serangan per hari, laporan ini mencatat adanya penurunan drastis sebesar 94,66% dibandingkan periode yang sama tahun 2024. Penurunan ini disinyalir terjadi pasca-perhelatan besar Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di tahun 2024.
Celah Keamanan dan Kebangkitan Botnet Lawas
Laporan AwanPintar.id menggarisbawahi dua tren ancaman yang paling menonjol. Pertama adalah eksploitasi berkelanjutan terhadap CVE, yaitu daftar publik berisi celah keamanan pada perangkat lunak dan keras.Celah ini menjadi target utama penyerang untuk menyebarkan malware atau mengambil alih sistem. Yudhi Kukuh, pendiri AwanPintar.id, mengibaratkan CVE sebagai pintu yang tidak disadari telah terbuka.
“CVE adalah seperti pintu yang terbuka tanpa disadari di dalam sistem digital. Jika tidak segera ditutup, pintu itu bisa menjadi jalan bagi penyerang untuk masuk dan mengambil alih,” ucap Yudhi.
Dia menambahkan bahwa penyerang kini sangat adaptif, memanfaatkan celah lama yang belum ditambal sambil terus mencari celah baru, sehingga menuntut organisasi untuk proaktif dalam manajemen kerentanan mereka.
Ancaman kedua adalah kembalinya botnet Mirai dengan varian yang lebih canggih dan adaptif. Botnet lawas berbasis Linux ini terkenal karena kemampuannya menginfeksi perangkat IoT yang tidak aman, seperti kamera IP, DVR, dan router, untuk kemudian dijadikan pasukan siber guna melancarkan serangan Distributed Denial of Service (DDoS) berskala besar.
Peningkatan aktivitas Mirai ini relevan dengan semakin populernya tren smart living dan adopsi perangkat pintar di Indonesia, menjadikannya ancaman nyata bagi rumah tangga hingga infrastruktur publik.
Pergeseran Geografis dan Peningkatan Serangan Domestik
Data menunjukkan adanya pergeseran sumber serangan siber global. Tiongkok kini menjadi negara penyumbang serangan terbesar ke Indonesia (12,87%), disusul oleh Indonesia sendiri di peringkat kedua (9,19%) dan Amerika Serikat (9,07%).Hal yang mengkhawatirkan adalah kontribusi serangan dari dalam negeri yang menunjukkan peningkatan sebesar 2,35%, mengindikasikan banyaknya infrastruktur domestik yang telah terkompromi dan disalahgunakan.
Secara mengejutkan, Kerinci muncul sebagai daerah penyerang teratas di Indonesia (16,69%), melampaui Jakarta (11,62%). Hal ini membuktikan bahwa ancaman siber tidak lagi terkonsentrasi di kota-kota metropolitan, melainkan telah menyebar ke berbagai wilayah.
“Temuan pada Semester 1 2025 mengingatkan kita bahwa ancaman siber di Indonesia semakin berlapis dan kompleks,” ungkap Yudhi. “Menjaga kedaulatan digital adalah tanggung jawab bersama, dan penerapan patch berkala, peningkatan kesadaran publik, dan kolaborasi lintas sektor adalah kunci untuk memperkuat pertahanan digital Indonesia,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id