Ilustrasi Medcom.id
Ilustrasi Medcom.id

KPI Sebut Siaran Via Internet Perlu Diawasi

Medcom • 27 Agustus 2020 10:15
Jakarta: Siaran melalui jaringan internet disebut harus diatur dan diawasi layaknya siaran konvensional televisi. Sebab, tanpa ada regulasi dapat berpengaruh buruk kepada masyarakat, khususnya generasi muda, terutama konten berbau tontonan dewasa.
 
"Siaran streaming masuk ke kita, kalau tidak ada regulasi dan kontennya dari luar semua, bisa ada adegan seks kapan saja, kekerasan, semua tanpa sensor, bisa ditonton kapan saja oleh siapa saja. Ini bahaya, jadi harus ada aturan hukum ketika tayang di Indonesia. Harus sama dong (dengan siaran tv)," kata Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Yuliandre Darwis, Kamis, 27 Agutus 2020
 
Yuliandre mafhum UU Penyiaran menuai gugatan. Uji materi UU Penyiaran di Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut dinilai guna mempertegas definisi dalam mengatur siaran berbasis internet tanpa bermaksud membatasi kreativitas media sosial.
 
"Saya rasa tidak akan mengebiri kreativitas di media sosial. Selama kontennya menjaga norma saya rasa tidak masalah. Sama lah seperti tv konvensional yang konten siarannya diatur tanpa membatasi kreativitas," ujar Yuliandre.
 
Menurut Yuliandre, uji materi UU Penyiaran merupakan langkah tepat untuk mencari keadilan di mata hukum.
 
"Ini menarik dan, karena belum banyak yang peduli  dengan  situasi ini. Judicial review ini agar ada kepastian hukum dengan definisi lainnya, sehingga tidak ada siaran yang kebablasan dan semua diatur KPI dan Kominfo," terangnya.
 
Menurut Yuliandre, konten digital tanpa disaring bisa memprovokasi dan propaganda. "Intinya publik harus dilindungi dari konten-konten yang tidak layak konsumsi," tegasnya.
 
Seperti diketahui, RCTI dan iNews mengajukan permohonan uji materi (judicial review/JR) UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi.
 
"Jika dikabulkan, diharapkan kualitas siaran berbasis Internet terbebas dari pornografi, kekerasan, kebohongan, kebencian, termasuk fitnah (hoaks) dan sejenisnya. Ini berbahaya dan tanpa terkecuali, untuk penyiaran berbasis Internet lokal maupun asing," kata Corporate Legal Director MNC Group Christoporus Taufik.
 
Chris mengatakan UU Penyiaran No.32/ Tahun 2002, Pasal 1 ayat 2, menyebutkan Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
 
"Tayangan lewat mobile juga menggunakan spektrum frekuensi radio, di mana tayangan lewat wi-fi juga menggunakan spektrum frekuensi radio di 2,4GHz. Tanpa spektrum frekuensi radio, semua tayangan video berbasis internet tidak dapat ditransmisikan," tegasnya.
 
Dia mengungkapkan, dalam penjelasan UU Penyiaran No. 32/2002, maksud dan tujuannya mencakup pengaturan teknologi digital dan internet sebagaimana ditulis di butir 4 yaitu:
 
Mengantisipasi perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, khususnya di bidang penyiaran, seperti teknologi digital, kompresi, komputerisasi, televisi kabel, satelit, Internet, dan bentuk-bentuk khusus lain dalam penyelenggaraan siaran.
 
Seperti diketahui, isi siaran yang dilarang adalah bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong; Menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang; Mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan; Isi siaran dilarang memperolok, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan