Indonesia tidak lepas dari kebutuhan layanan internet, yang dinilai mampu mendorong pemerataan ekonomi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di penjuru Tanah Air. Karenanya, pemerintah turut mendorong perluasan internet dengan sejumlah upaya, termasuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur hingga wilayah 3T di Indonesia.
Sementara itu, CEO MyRepublic Timotius Sulaiman menilai pasar broadband Indonesia saat ini tengah dalam tahap pengembangan, dan meski penetrasi pasar broadband di Tanah Air masih relatif rendah, ketersediaan pasar untuk salah satu cabang dari ranah teknologi ini masih luas.
“Penetrasi broadband di Indonesia masih rendah, apalagi kalau kita bandingkan dengan penetrasi di negara-negara lain di sekitar Indonesia. Jadi masih sangat besar potensi untuk pengembangan,” ujar Timotius.
Lebih lanjut Timotius menambahkan, mengingat penetrasi pasar broadband masih cukup rendah, ia menemukan bahwa banyak pihak ingin berkontribusi untuk melakukan pengembangan pasar broadband di wilayah Indonesia, tak terkecuali perusahaan yang dipimpinnya.
Berdasarkan hal itu, Timotius menyebut penambahan dan perluasan jaringan fiber tengah menjadi tren di industri teknologi telekomunikasi. Pemain di bidang Internet Service Providers (ISP), lanjut Timotius, tengah cukup agresif membangun jaringan fiber, tidak terkecuali MyRepublic.
“Kami semakin memperluas cakupan ketersediaan jaringan ke daera-daerah baru maupun intensifikasi di daerah yang kita sudah ada. Dari sisi industri, hal ini tentunya akan sangat baik karena akan menyediakan akses internet yang semakin mudah buat masyarakat Indonesia,” tambah Timotius.
Tren lain yang ditemukan MyRepublic adalah peningkatan kebutuhan masyarakat akan internet andal, stabil dan terjangkau untuk konsumen segmen rumahan, sangat dipengaruhi oleh kebutuhan saat pandemi.
Peningkatan kebutuhan dari pelanggan untuk dapat layanan tambahan atau Value Added Service juga disebut sebagai tren lain di ranah broadband Indonesia. Tren ini, jelas Timotius, didorong oleh peningkatan kehadiran layanan Over The Top (OTT) seperti Netflix, Vidio.com, dan lainnya.
Selain itu, tren tersebut juga dinilai Timotius mencakup layanan smart home dan produk berbasis alat kecerdasan buatan AI generatif. Teknologi ini kian banyak dimanfaatkan masyarakat karena menghadirkan kemudahan kegiatan sehari-hari.
Layanan smart home dan AI ini, lanjut Timotius, hanya dapat dinikmati dengan efektif jika didukung akses jaringan internet stabil. Sementara itu, kendati periode pandemi telah ditetapkan usai oleh World Health Organization (WHO), dan dunia telah kembali ke era normal, kebutuhan akan broadband internet di Indonesia diyakini tetap bertumbuh.
Hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan akan internet berkecepatan tinggi dengan stabilitas baik, andal dan terjangkau juga telah terbentuk di masyarakat Indonesia. Sebagai informasi, sebelum era pandemi, MyRepublic telah beroperasi di 13 kota di Tanah Air.
“Kami melakukan ekspansi, sampai sekarang kami ada di sekitar 50an kota. Secara general, baik di kota yang sebelumnya kami memang sudah beroperasi dan di kota yang baru dibuka, menunjukan pertumbuhan yang sangat baik,” ujar Timotius.
Disinggung soal hambatan selama penetrasi adopsi broadband, Timotius menyebut keharusan melakukan penarikan jaringan fiber ke rumah pelanggan menjadi salah satu hambatan yang dialami bisnis yang bergerak di ranah fixed broadband, termasuk MyRepublic.
Timotius menjelaskan bahwa proses untuk membangun jaringan tersebut cukup panjang, termasuk dalam pengurusan perizinan untuk dapat menghadirkan infrastruktur jaringan fiber ke lingkungan tertentu, hingga proses implementasi.
Kebutuhan investasi besar untuk menyediakan infrastruktur jaringan fiber ini juga membutuhkan investasi besar serta kebutuhan waktu pengembalian investasi cukup panjang, disebut Timotius menjadi faktor penyebab penetrasi jaringan fixed broadband belum bisa tersedia di seluruh wilayah Indonesia.
Sementara itu saat ini, pemerintah sangat mendukung adanya pemerataan akses seluruh rakyat terhadap internet. Namun MyRepublic berharap pemerintah memberikan dukungan lebih dalam hal regulasi, misalnya dalam menangani maraknya internet per RT atau RW yang banyak dilakukan tanpa perizinan jelas.
Soal pembeda dengan ISP lain, MyRepublic menyebut pihaknya diuntungkan karena tergolong muda sehingga seluruh jaringannya sudah menggunakan fiber yang dapat mengakomodasi perkembangan teknologi ke depan atau future proof.
Hal ini diklaim MyRepublic sangat memampukan pihaknya untuk dapat memberikan layanan lebih baik kepada pelanggan. Dari sisi produk, MyRepublic juga menyebut pihaknya memberikan pilihan lebih fleksibel untuk masyarakat yang ingin hanya berlangganan internet, maupun bundling dengan TV, serta bekerjasama dengan berbagai penyedia layanan OTT.
“Kami mengerti faktor yang sangat penting adalah bagaimana memberikan experience pelanggan yang terbaik. Kami melakukan improvement dengan otomasi-otomasi dalam segala proses kita di internal maupun yang dalam hubungannya ke pelanggan. Itu yang menyebabkan, menurut saya, akan menjadi differentiator nanti ke depannya, yaitu akhirnya adalah how excellent you can serve your subscribers,” ujar Timotius.
Sementara itu, MyRepublic telah berkolaborasi dengan ZTE dalam dua hingga tiga tahun terakhir. Timotius menegaskan bahwa kolaborasi dengan ZTE sangat baik, dengan teknologi yang sangat maju dibandingkan dengan pemain unggulan dunia lainnya.
Selain solusi dari sisi teknologi, ZTE juga memberikan jasa dalam perluasan jaringan sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan MyRepublic dalam hal implementasi. Sehingga kerjasama MyRepublic dengan ZTE dinilai Timotius sangat positif, dan ZTE sangat responsive dalam memberikan dukungan untuk menjawab kebutuhan perusahaannya.
"Di akhir tahun kita rencana akan beroperasi kurang lebih di 80 kota. Kami akan tetap fokus di Jawa dan Sumatera dengan banyak kota-kota di dalamnya. Di Kalimantan mungkin sekitar empat kota, dan di Sulawesi di dua kota," tutup Timotius.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News