Akamai Ungkap Ancaman Siber Meningkat di Asia-Pasifik.
Akamai Ungkap Ancaman Siber Meningkat di Asia-Pasifik.

Akamai Ungkap Ancaman Siber Meningkat di Asia-Pasifik

Mohamad Mamduh • 15 April 2025 09:38
Jakarta: Akamai, penyedia layanan keamanan siber terkemuka, baru-baru ini merilis laporan tahunan mereka, “Defenders Guide 2025”, yang mengungkapkan tren dan teknik terbaru dalam dunia ancaman siber, dengan fokus khusus pada kawasan Asia-Pasifik.
 
Laporan ini menggarisbawahi bahwa kawasan ini menghadapi ancaman yang semakin kompleks, seiring dengan meningkatnya serangan yang didorong oleh kecerdasan buatan (AI) dan ketegangan geopolitik yang telah berlangsung lama.

Ancaman Keamanan Siber yang Terus Berkembang di Asia-Pasifik

Dalam wawancara yang berlangsung selama peluncuran laporan tersebut, Reuben Koh, selaku Director, Security Technology & Strategy, APJ Akamai mengungkapkan bahwa ketegangan geopolitik yang ada di Asia-Pasifik, berbeda dengan kawasan lainnya seperti Eropa, turut berkontribusi pada peningkatan jumlah serangan siber.
 
Ketegangan yang sudah lama berlangsung di kawasan ini memberikan para penyerang banyak kesempatan untuk memilih sasaran, sementara banyak perusahaan yang belum memprioritaskan keamanan mereka secara maksimal.

“Dengan banyaknya target yang ada, para penyerang semakin leluasa memilih sasaran, sementara perusahaan sering kali tidak memprioritaskan keamanan. Ditambah dengan ketegangan yang terus berlangsung, hal ini meningkatkan jumlah serangan di kawasan ini,” ujar Reuben Koh.

Serangan Berbasis AI: Ancaman yang Tidak Bisa Diabaikan

Salah satu temuan utama dalam laporan tersebut adalah meningkatnya penggunaan AI dalam serangan siber, terutama di kawasan Asia-Pasifik. Reuben, seorang pakar keamanan dari Akamai, menekankan bahwa meskipun AI membawa banyak manfaat untuk organisasi, para penyerang juga memanfaatkan teknologi ini untuk mengembangkan serangan yang lebih canggih dan sulit dideteksi.
 
“Asia-Pasifik adalah kawasan yang berinvestasi besar dalam teknologi AI. Meskipun AI sangat membantu bagi organisasi, serangan yang didorong oleh AI juga semakin marak. Kami melihat ini bukan sebagai ancaman yang akan datang, tetapi sebagai ancaman yang sudah terjadi saat ini,” jelas Reuben.
 
Serangan berbasis AI yang semakin berkembang ini, seperti phishing, deepfake, dan voice phishing, menunjukkan bahwa teknologi ini sudah digunakan secara aktif oleh penyerang di seluruh dunia. Bahkan, AI digunakan untuk meningkatkan efektivitas serangan dan menyembunyikan jejak mereka agar lebih sulit terdeteksi oleh sistem keamanan tradisional.

Strategi Pertahanan Baru untuk Menghadapi Serangan AI

Menghadapi ancaman yang semakin kompleks ini, Reuben memberikan beberapa rekomendasi untuk organisasi yang ingin melindungi diri dari serangan berbasis AI. Ia menyarankan tiga langkah utama yang harus diambil oleh perusahaan di Asia-Pasifik:
  • Keamanan Dasar yang Kuat: Meskipun AI memperburuk ancaman, penting bagi organisasi untuk memastikan bahwa dasar-dasar keamanan sudah diterapkan dengan baik, seperti autentikasi multi-faktor, pelatihan kesadaran phishing, dan pemantauan endpoint.
  • Membangun Posisi Keamanan yang Tangguh: Organisasi harus memprioritaskan aset yang paling kritis dan memastikan mereka memiliki pertahanan yang cukup untuk melindunginya dari ancaman yang lebih besar.
  • Menggunakan Teknologi Keamanan Berbasis AI: Mengingat bahwa serangan berbasis AI semakin berkembang, perusahaan perlu mengadopsi alat keamanan yang didorong oleh AI untuk mendeteksi serangan yang semakin sulit terdeteksi oleh teknologi tradisional.

Tren Keamanan Siber di Asia-Pasifik: Masalah dan Solusi

Laporan juga mengungkapkan beberapa masalah besar yang dihadapi perusahaan di kawasan Asia-Pasifik, seperti kelemahan dalam infrastruktur VPN dan server SSH yang tidak terlindungi dengan baik. Reuben menyarankan agar organisasi mempercepat adopsi Zero Trust Network Access (ZTNA) sebagai solusi untuk menggantikan VPN, yang dianggap lebih rentan terhadap eksploitasi.
 
Selain itu, ia mengingatkan pentingnya organisasi untuk memperkuat pertahanan mereka dengan menggunakan teknologi yang lebih canggih, yang dapat memitigasi ancaman yang didorong oleh AI.

Prediksi Tantangan Keamanan Siber di Masa Depan

Melihat ke depan, Reuben memperkirakan bahwa tiga tren utama akan terus mempengaruhi dunia keamanan siber di kawasan ini:
  • Ransomware: Meskipun sering tidak terdengar, serangan ransomware diprediksi akan tetap ada dan menjadi bagian dari “normal baru” dalam dunia siber, mengharuskan organisasi untuk terus berinvestasi dalam teknologi seperti Zero Trust dan pelatihan pengguna.
  • Aktivisme Siber: Aktivisme yang menggunakan serangan DDoS untuk mendukung agenda politik atau sosial diperkirakan akan terus berkembang, seiring dengan ketegangan di Asia-Pasifik.
  • Inovasi dan Keamanan AI: Meskipun AI membawa inovasi yang besar bagi banyak organisasi, Reuben menekankan bahwa serangan yang didorong oleh AI akan menjadi tantangan yang semakin sulit dihadapi. Untuk itu, organisasi perlu memikirkan dua hal: Keamanan untuk AI (melindungi sistem yang bergantung pada AI) dan Keamanan dengan AI (menggunakan AI untuk mendeteksi dan melawan serangan AI).
Dengan ancaman yang semakin beragam dan canggih, perusahaan di Asia-Pasifik perlu segera mengambil langkah-langkah strategis untuk memperkuat pertahanan mereka. Keamanan dasar yang kuat, pemanfaatan teknologi berbasis AI, dan pemahaman yang lebih mendalam tentang lanskap ancaman akan menjadi kunci untuk melindungi organisasi di dunia yang semakin rentan terhadap serangan siber yang didorong oleh kecerdasan buatan dan ketegangan geopolitik.
 
(Valesca Saputra)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MMI)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan