Ilustrasi
Ilustrasi

Lawan Tren Global, Biaya Kebocoran Data di ASEAN Justru Melonjak

Mohamad Mamduh • 29 Desember 2025 14:03
Jakarta: Di saat dunia mulai melihat titik terang dengan penurunan biaya akibat pelanggaran data (data breach), wilayah Asia Tenggara (ASEAN) justru mencatat tren yang mengkhawatirkan. Berdasarkan laporan terbaru Cost of a Data Breach Report 2025 yang dirilis oleh IBM dan Ponemon Institute, biaya rata-rata pelanggaran data di kawasan ASEAN mengalami peningkatan signifikan, berlawanan dengan tren penurunan rata-rata global.
 
Laporan tahun ini membawa kabar baik secara global: untuk pertama kalinya dalam lima tahun, rata-rata biaya pelanggaran data di seluruh dunia turun sebesar 9% menjadi USD4,44 juta (sekitar Rp70 miliar). Penurunan ini sebagian besar didorong oleh adopsi teknologi AI dan otomatisasi yang membantu tim keamanan mendeteksi dan membendung ancaman lebih cepat.
 
Namun, narasi positif ini tidak berlaku bagi wilayah ASEAN. Data menunjukkan bahwa biaya rata-rata pelanggaran data di ASEAN naik dari USD3,23 juta pada tahun 2024 menjadi USD3,67 juta (sekitar Rp58 miliar) pada tahun 2025. Kenaikan ini menempatkan ASEAN dalam daftar wilayah yang mengalami lonjakan biaya, bersama dengan Amerika Serikat, Kanada, dan India.

Dalam metodologi laporan ini, sampel ASEAN mencakup organisasi yang berlokasi di Singapura, Indonesia, Filipina, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Kenaikan biaya di kawasan ini mengindikasikan bahwa perusahaan-perusahaan di Asia Tenggara menghadapi tantangan yang semakin kompleks dalam mendeteksi dan merespons insiden siber, yang berdampak langsung pada kerugian finansial.
 
Kontras dengan ASEAN, beberapa negara maju justru berhasil menekan biaya kerugian mereka secara signifikan. Italia mencatat penurunan biaya sebesar 27%, diikuti oleh Jerman (-24%) dan Korea Selatan (-21,5%). Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan kematangan dalam penanganan insiden siber antar wilayah.
 
Salah satu faktor pendorong biaya yang disorot dalam laporan tahun ini adalah fenomena Shadow AI—penggunaan alat AI oleh karyawan tanpa persetujuan atau pengawasan perusahaan. Laporan menemukan bahwa pelanggaran data yang melibatkan Shadow AI memiliki biaya rata-rata USD4,74 juta, atau lebih mahal USD670.000 dibandingkan pelanggaran yang tidak melibatkan Shadow AI.
 
Mengingat tingginya adopsi teknologi di Asia Tenggara, risiko ini menjadi sangat relevan. Ketika data perusahaan tersebar di berbagai lingkungan (seperti cloud publik dan perangkat pribadi karyawan) akibat penggunaan AI yang tidak terkontrol, biaya untuk mengidentifikasi dan membendung kebocoran menjadi jauh lebih mahal dan memakan waktu.
 
Meskipun biaya meningkat, laporan ini juga memberikan solusi. Organisasi yang menggunakan AI dan otomatisasi keamanan secara ekstensif terbukti mampu menghemat biaya rata-rata hingga USD1,9 juta dibandingkan mereka yang tidak menggunakannya. Selain itu, teknologi ini mampu mempercepat waktu identifikasi dan pembendungan ancaman hingga 80 hari lebih cepat.
 
Bagi perusahaan di Indonesia dan ASEAN, temuan ini menjadi peringatan keras. Mengikuti jejak global dalam mengadopsi tata kelola AI yang ketat dan mengintegrasikan otomatisasi dalam sistem keamanan bukan lagi sekadar pilihan, melainkan keharusan untuk menekan lonjakan kerugian finansial di masa depan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MMI)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan