Hal tersebut diungkapkan oleh Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kemendikbud Ristek Republik Indonesia, Prof. Ir. Nizam dalam acara virtual yang diselenggarakan Amazon Web Services (AWS) bersama Kemendikbud Ristek, Rabu 2 November 2022.
Ia mengungkapkan bahwa transformasi digital di Indonesia merupakan salah satu yang tercepat di dunia. Saat ini pengguna internet di Indonesia sudah mencapai lebih dari 200 juta pengguna. Bahkan, rata-rata setiap pengguna mengakses internet selama 8 jam 36 menit dalam sehari.
"Kreativitas anak-anak zaman sekarang sangat luar biasa, jika dipadukan dengan teknologi akan menjadi kekuatan yang sangat dahsyat di masa depan," ujarnya. Peluang tersebut tidak dapat dilewatkan begitu saja, sehingga perlu menyiapkan para mahasiswa untuk menjadi bagian dari kreator, tidak hanya sebagai pengguna tetapi juga yang mendapat manfaat secara ekonomi.
Country Manager Worldwide Public Sector Indonesia, Mohammad Ghozie Indra Dalel, menyebutkan bahwa AWS telah bekerja sama erat dengan pemerintah untuk mendukung perkembangan sektor publik yang mencakup Kampus Merdeka, program magang, studi independen bersertifikat dan program Kedaireka.
Guna mempercepat digitalisasi di berbagai sektor, AWS bermitra dengan SEAL (Social Economic Accelerator Lab) meluncurkan Indonesiaku AWSome! pada Februari 2022. Indonesiaku AWSome! merupakan sebuah inisiatif pengembangan bisnis strategis yang didukung oleh pemerintah Indonesia untuk membangun jaringan lulusan baru yang cakap digital.
“Program Indonesiaku AWSome! akan terus naik pada momentum dan skala ini, dengan rencana untuk meningkatkan penerimaan siswa untuk angkatan berikutnya pada semester kedua tahun 2022, dan meningkatkan program dengan posisi magang di lembaga pemerintah,” ungkap Ghozie.
Peserta program Indonesiaku AWSome, Isda Magfirah, melihat bahwa program seperti Kampus Merdeka dan program Indonesiaku AWSome menjadi sebuah revolusi pendidikan yang selama ini monoton.
Saat mengikuti program tersebut, mahasiswi ilmu Politik Universitas Brawijaya ini merasa mampu meningkatkan cara berpikir kreatif dan belajar memandang masalah dengan empati. Menurutnya, demokrasi bisa berjalan ketika para pemangku kepentingan di negara tersebut bekerja sama, dari sektor swasta, pemeritah, dan masyarakat.
“Saya melihat bahwa transformasi digital tak hanya sekadar yang analog jadi digital, tapi bagaimana digitalisasi dapat menjawab permasalahan-permasalahan publik. Dengan menjawab permasalahan publik maka akan memberikan kepuasan masyarakat,” ujar Isda.
“Jadi dengan adanya kolaborasi sebagai bagian yang pasti di bawah naungan kampus Merdeka Kemendikbud dan program Indonesiaku AWSome menurut saya dapat menjawab permasalahan pendidikan di Indonesia. Mengutip Nelson Mandela, 'Pendidikan adalah Senjata Paling Mematikan," ungkap Isda.
Dalam menghadapi transformasi digital, pemerintah diharapkan menemukan cara-cara baru dalam melayani masyarakat. Dengan pengadopsian cloud, pemerintah berupaya menjalankan transformasi digital yang mampu menyediakan pelayanan masyarakat, pendidikan, serta kesehatan secara konsisten dan terarah.
Nizam menjelaskan bahwa Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi (Dirjen Diktiristek) melayani lebih dari 4.500 perguruan tinggi, 9 juta mahasiswa, 300 ribu dosen di tanah air.
Ini merupakan angka yang sangat banyak, karenanya tidak mungkin tidak untuk mengandalkan teknologi informasi untuk memastikan layanan itu tersedia 24 jam sehari tujuh hari seminggu 365 hari per tahun tanpa interupsi.
“Maka satu-satunya adalah dengan menggunakan cloud untuk memastikan layanan itu aman, tersedia di semua titik bagi mahasiswa, dosen, perguruan tinggi dan masyarakat. Dalam hal ini Dirjen Diktiristek mengelola data yang cukup besar secara nasional dengan 9 juta mahasiswa dan setiap transaksional kerja dosen pun terekam semua,” jelas Nizam.
Menurutnya, data yang sangat besar itu tentu sekarang ini menjadi mata uang di masa kini dan masa depan untuk diolah menjadi informasi yang dapat digunakan untuk manajemen perguruan tinggi, manajemen talenta, perencanaan maupun pengelolaan sistem secara nasional semuanya didasarkan pada basis data yang Dirjen riset dan teknologi melalui pengelolaan data Dikti.
Ia menambahkan bahwa Dirjen Diktiristek menggunakan sejumlah layanan AWS untuk membantu mengembangkan penyediaan layanan ke masyarakat dengan berbasis sistem cloud.
Salah satunya adalah SIAGA (Sistem Informasi Kelembagaan), sebuah layanan kelembagaan bagi perguruan-perguruan tinggi yang akan membuka program studi, memantau kejenuhan program studi dan sebagainya, SINTA untuk melihat kinerja akademik dosen, dan SPADA sebagai repositori nasional perkuliahan yang telah menyediakan ribuan materi kuliah yang bisa diakses seluruh mahasiswa dan dosen.
Ghozie menyebutkan bahwa cloud merupakan alat dalam memicu inovasi. Setelah bermigrasi ke cloud, organisasi dapat menghemat biaya, meningkatkan produktivitas serta meningkatkan ketahanan operasional dan kegesitan bisnis.
Ia mengatakan bahwa dalam sebuah penelitian yang dilakukan AWS Cloud Economics tercatat bahwa pelanggan AWS di Asia Pasifik di seluruh sektor komersial dan publik yang bermitrasi dari AWS melihat percepatan dalam inovasi dengan 28 persen pengurangan dalam time-to-market untuk fitur-fitur dan aplikasi-aplikasi baru, serta sekitar 40 persen peningkatan dalam efisiensi karyawan.
“Pelanggan AWS juga melihat rata-rata 24 persen pengurangan dalam biaya TI di cloud dibandingkan on-premises, serta mengurangi downtime layanan 37 persen,” terang Ghozie.
Kecakapan digital merupakan kunci bagi angkatan kerja masa depan untuk memaksimalkan potensi cloud.
Memenuhi permintaan tenaga kerja terampil digital akan membutuhkan kolaborasi yang lebih erat antara sektor publik dan swasta untuk terus berinvestasi dalam pendidikan, dan mempercepat pelatihan untuk memenuhi kebutuhan masa depan akan keterampilan dalam teknologi cloud, machine learning dan juga dan teknologi baru lainnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News