Florencia Eka, Country Manager, Client Services – The Trade Desk Indonesia.
Florencia Eka, Country Manager, Client Services – The Trade Desk Indonesia.

1 dari 3 Orang Indonesia Suka Streaming OTT

Mohammad Mamduh • 02 November 2023 10:06
Jakarta: Masyarakat Indonesia secara agresif beralih kepada cara baru mengonsumsi konten. Platform OTT (Over-The-Top) adalah tempat mereka dapat mengakses tayangan favorit mereka melalui berbagai perangkat, kapan saja, di mana saja.
 
Menurut penelitian Future of TV yang dilakukan oleh The Trade Desk, hampir 1 dari 3 orang Indonesia melakukan streaming OTT. Masyarakat Indonesia pun mengonsumsi 3,5 miliar jam konten setiap bulannya.
 
Untuk membahasnya lebih jauh, berikut hasil wawancara kami dengan Florencia Eka, Country Manager, Client Services – The Trade Desk Indonesia.

1. Konsumsi konten digital masyarakat Indonesia telah meningkat secara signifikan dalam satu tahun terakhir, apakah menurut Anda TV konvensional akan sepenuhnya ditinggalkan? 
Hal yang perlu menjadi sorotan adalah para penonton memilih platform OTT dibandingkan TV konvensional untuk menikmati tayangan favorit mereka. Ketimpangan antara OTT dan TV tradisional untuk menonton tayangan favorit hanya sebesar 13 persen dua tahun lalu, namun meningkat menjadi 22 persen pada tahun lalu.
 
Ditambah lagi, penerapan kebijakan Analog Switch Off (ASO) memungkinkan percepatan transisi dari TV konvensional ke platform OTT, sehingga memberikan akses OTT yang lebih besar kepada lebih banyak pemirsa.
 
2. Apa yang melatarbelakangi riset The Future of TV 2023? 
Saat ini, masyarakat Indonesia mempunyai banyak pilihan untuk kebutuhan berita dan hiburan mereka. OTT telah menjadi salah satu saluran media dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia, yang diproyeksikan akan mencapai USD 1,2 miliar pada tahun ini.
 
Pertumbuhan OTT yang signifikan telah menarik perhatian para pemasar modern. Saat ini, beriklan di OTT dapat menghadirkan peluang baru bagi brands dan pemasar untuk menjangkau konsumen dengan presisi yang lebih baik dan mengukur hasil kampanye secara lebih akurat.
 
Laporan ini merupakan kelanjutan dari laporan The Future of TV 2022 kami sebelumnya, yang lebih berfokus pada tren konsumen di OTT.
 
Berbeda dengan laporan tahun lalu, laporan tahun ini berfokus pada 1) perspektif pemasar mengenai adopsi dan efektivitas iklan OTT, 2) gambaran komprehensif mengenai kondisi periklanan OTT saat ini, 3) kelebihan unik dari iklan OTT dan bagaimana brands dapat mengikutsertakan OTT ke dalam strategi periklanan mereka untuk memastikan hasil kampanye yang lebih baik.
 
3. Bagaimana metodologi The Trade Desk dalam melakukan penelitian pada riset ini? 
Penelitian ini menggunakan metodologi kuantitatif yang disesuaikan dengan kebutuhan riset kami terhadap 100 orang pemasar tingkat menengah-senior yang mempunyai pengaruh atau wewenang dalam mengambil keputusan pembelanjaan media untuk perusahaan/brands mereka.
 
Laporan ini menilai adopsi dan efektivitas periklanan OTT dibandingkan dengan saluran media digital lainnya – termasuk media sosial dan TV tradisional – dan menyoroti tantangan utama serta pertumbuhan dalam ruang periklanan OTT.
 
4. Jumlah penonton/pengguna platform over-the-top (OTT) di Indonesia terus bertumbuh seiring berjalannya waktu. Menurut Anda seberapa signifikan pertumbuhan tersebut? Dan apa faktor pendorong pergeseran kebiasaan ini?
Cara masyarakat Indonesia mengonsumsi konten TV telah berubah secara signifikan bersama dengan pertumbuhan OTT. Rata-rata masyarakat Indonesia mengonsumsi 2,9 jam konten OTT setiap harinya.
 
Sebanyak 4 dari 10 (43 persen) penonton OTT menghabiskan rata-rata 1-5 jam untuk streaming konten setiap minggunya, dan lebih dari 1 per 3 melakukan streaming selama 6 jam atau lebih.
 
Angka-angka ini telah menunjukkan bagaimana OTT telah tumbuh di penjuru tanah air. Pertumbuhan OTT dipimpin khususnya oleh penonton muda, di mana 6 dari 10 pengguna berusia 34 tahun atau lebih muda.
 
Hal yang paling menarik dari OTT bagi penonton di Indonesia adalah fleksibilitas. OTT telah membebaskan penonton dari jadwal program yang kaku dan dari ruang tamu mereka, serta memberikan kesempatan bagi penonton untuk menonton apa pun yang mereka mau, kapan pun, dari perangkat mana pun, dan di mana pun.
 
Selain peralihan dari TV tradisional ke OTT untuk menonton acara-acara favorit, masyarakat Indonesia kini dapat menonton tayangan favorit mereka sembari menikmati “me time” selama perjalanan menuju kantor menggunakan smartphone. Di samping itu, Smart TV yang dapat dibeli dengan harga terjangkau serta perpindahan ke TV digital turut mendorong percepatan adopsi OTT di Indonesia.
 
5. Bagaimana beriklan di OTT dapat menjangkau target audiens secara efektif? Dan apakah keunggulan OTT signifikan jika dibandingkan dengan platform lain? 
Iklan OTT mentransformasi cara pemasar mengelola kampanye iklan mereka. 84 persen pemasar mengindikasikan bahwa iklan OTT memiliki efektivitas yang sama atau bahkan lebih dari TV linear.
 
Tidak seperti iklan pada TV tradisional, OTT memungkinkan terjadinya targeting yang tidak hanya bergantung pada demografi, namun juga mencakup kemampuan untuk menargetkan audiens berdasarkan data ketertarikan penonton, data first-party seperti data pembelian dan data konversi untuk membekali pemasar dengan kemampuan menayangkan iklan yang lebih relevan dan menghasilkan pengalaman iklan yang lebih baik.
 
Terkait konten, hal pertama yang menjadi pertimbangan masyarakat Indonesia adalah kualitas, dan disusul oleh kredibilitas. Mereka sangat mengasosiasikan kualitas dan kredibilitas dengan platform OTT, sedangkan platform User-Genertated Content (UGC) seperti YouTube dan platform media sosial lainnya paling banyak dikaitkan dengan variasi dan pilihan, bukan konten premium atau kredibilitas.
 
Prioritas utama masyarakat Indonesia terhadap konten premium dan kredibilitas juga berdampak pada kepercayaan dan penerimaan masyarakat Indonesia terhadap brands. Saat membandingkan lingkungan konten premium dengan lingkungan UGC (OTT vs YouTube), tingkat kepercayaan orang Indonesia kepada brands di OTT 67 persen lebih tinggi daripada YouTube.
 
Cara lain untuk mengukur efektivitas jangkauan iklan adalah dengan menilai kualitas ingatan terhadap iklan (ad recall). Penelitian menemukan bahwa masyarakat Indonesia 10 persen lebih mungkin mengingat brands yang diiklankan di OTT dibandingkan YouTube.
 
6. Apakah para pemasar (marketers) atau brands yang beriklan di OTT hanya mereka yang menargetkan anak muda? 
Rata-rata masyarakat Indonesia mengonsumsi konten OTT sebanyak 2,9 jam setiap harinya. Dari mereka yang menonton OTT, lebih dari sepertiganya menonton OTT selama 6 jam atau lebih setiap harinya. Meskipun 6 dari 10 pengguna OTT berusia 34 tahun atau lebih muda, penting untuk dicatat bahwa terdapat 40 persen pengguna yang berada dalam kelompok usia di atas 35 tahun.
 
Data-data ini menunjukkan bahwa OTT telah mengalami pertumbuhan di berbagai kelompok umur, dan yang penting adalah lebih dari 9 dari 10 (92 persen) penonton OTT di Indonesia bersedia menonton dua atau lebih iklan per jam untuk mendapatkan konten gratis.
 
Dengan demikian, Indonesia telah menjadi negara yang paling toleran dan reseptif terhadap iklan di Asia Tenggara, menghadirkan peluang periklanan yang sangat besar dan berkembang pesat bagi brands dan pemasar.
 
7. Dalam riset Anda menyebutkan masyarakat Indonesia memilih OTT karena ingin melihat konten premium. Apakah bisa dijelaskan konten seperti apa yang dimaksud? 
Masyarakat Indonesia semakin selektif dalam menentukan kualitas konten yang ingin mereka konsumsi. Konten premium didefinisikan sebagai konten TV yang diproduksi secara profesional.
 
Konten premium ini telah menjadi konten pilihan masyarakat Indonesia, dan mereka mengasosiasikan platform OTT—seperti WeTV, Vidio, Viu, Netflix dan lainnya—dengan konten premium yang menawarkan kualitas dan kredibilitas lebih baik jika dibandingkan dengan platform konten UGC.
 
OTT/CTV kini dikenal sebagai “TV versi baru” atas kemampuannya mendorong kredibilitas brands seperti halnya TV tradisional. Seiring dengan meningkatnya selera konsumen terhadap konten lokal dan Korea yang premium, OTT muncul sebagai saluran yang efektif bagi para pemasar.
 
8. Dalam riset The Future of TV 2023, disampaikan bahwa 99 persen pemasar akan meningkatkan atau mempertahankan belanja iklan di OTT. Apakah ini berarti ada penurunan alokasi belanja iklan di platform lain? Terutama pada media konvensional seperti TV Linear atau platform media berita.
Dengan terus berubahnya perilaku konsumen, perjalanan pembelian tidak lagi linear. Konsumen kini menemukan dan mendalami produk di berbagai titik kontak– mulai dari aplikasi dan situs web hingga OTT dan CTV, serta pengalaman di dalam toko. Oleh karena itu, perjalanan digital konsumen tersebar di puluhan hingga ratusan titik kontak dan beberapa perangkat setiap harinya.
 
Meskipun titik kontak ini memberikan peluang bagi brands untuk berinteraksi dengan konsumen, titik kontak ini juga menciptakan kompleksitas karena pemasar berupaya menghubungkan semua titik tersebut.
 
Oleh karena itu, strategi periklanan yang dipikirkan dengan matang akan membantu pemasar mendiversifikasi investasi periklanan mereka, sekaligus melindungi mereka dari kerugian dalam lanskap digital yang semakin terfragmentasi.
 
Dari para pemasar yang menggunakan OTT, 33 persen menyebutnya sebagai bagian dari strategi omnichannel mereka, yang menunjukkan bahwa telah banyak brands yang menganggap iklan OTT sebagai pelengkap strategi pemasaran mereka secara keseluruhan.
 
Selain itu, pemasar yang memasukkan OTT ke dalam strategi periklanan mereka merasakan peningkatan kinerja dalam keseluruhan strategi mereka, dengan lebih dari 1 dari 4 mengatakan bahwa hal tersebut telah membuat kinerja periklanan mereka ‘meningkat secara signifikan’.
 
Hal ini bukan hanya bukti potensi saluran tersebut dalam memberikan nilai tambah yang signifikan terhadap upaya pemasaran brands, namun juga mencerminkan OTT sebagai pelengkap saluran periklanan lainnya, sehingga memungkinkan pemasar untuk mendiversifikasi cara mereka menjangkau audience sasarannya.
 
9. Bagaimana dengan tren beriklan di OTT pada negara-negara Asia Tenggara lainnya? Mengingat kemungkinan besar yang beriklan di OTT adalah brands besar dan internasional? 
Riset kami menggarisbawahi beberapa peluang utama dalam periklanan OTT di Asia Tenggara, dan kami melihat semakin banyak brands berorientasi masa depan yang memanfaatkan peluang-peluang ini untuk membangun kepercayaan atas merek mereka dan membawa konsumen dari tahap awareness ke tahap pertimbangan, mendorong dampak yang menyeluruh dengan kualitas perhatian yang lebih baik serta menggunakan OTT untuk mendorong hasil kampanye yang lebih bertarget.
 
Konsumsi OTT akan terus berkembang terlebih dengan perkembangan jaringan 5G yang akan membawa gelombang baru adopsi OTT. Kami juga memperkirakan bahwa audiens Asia Tenggara yang mayoritas memiliki mobilitas tinggi akan beralih melakukan streaming dari beberapa perangkat, memperkuat peluang lain dalam periklanan OTT seperti platform yang mendukung iklan serta layanan live-streaming.
 

10. Apakah ada persyaratan tertentu untuk sebuah brand yang ingin menggunakan teknologi TTD? 
The Trade Desk membantu brands serta agensi mereka beriklan ke audiens pada jutaan aplikasi, situs web, dan penyedia layanan streaming yang mendukung iklan di seluruh dunia.
 
Brands yang ingin menggunakan data untuk membuat keputusan pembelian media atau media buying yang paling optimal dapat memanfaatkan platform The Trade Desk. Kami memberikan para pemasar kekuatan dari data, transparansi, dan presisi untuk menjangkau dan memperluas audiens mereka di mana pun mereka berada.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(MMI)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan