David Koh, Commissioner of Cybersecurity Singapura, mengangkat isu krusial ini dengan evolusi lanskap ancaman siber dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan seiring dengan maraknya AI dan sistem otonom.
Menjawab pertanyaan tersebut, Letnan Jenderal Michelle McGuinness sebagai National Cyber Security Coordinator, National Office of Cyber Security Australia mengakui bahwa masa depan penuh dengan tantangan yang kompleks.
Dari sisi ancaman, pelaku kejahatan siber akan memanfaatkan AI untuk meningkatkan efektivitas serangan mereka. AI dapat digunakan untuk menemukan kerentanan sistem secara otomatis dan membuat serangan rekayasa sosial, seperti penipuan (scam), menjadi jauh lebih meyakinkan dan sulit dideteksi.
Namun, di sisi lain, teknologi yang sama juga menawarkan peluang besar untuk memperkuat pertahanan. "Kita memiliki peluang besar untuk menggunakan AI guna membangun perangkat lunak dan perangkat keras yang lebih kuat dan lebih baik, serta mengurangi kerentanan," jelas McGuinness. Menurutnya, AI dapat menjadi alat vital untuk mengidentifikasi celah keamanan secara proaktif, bahkan sebelum ditemukan oleh peretas.
Diskusi tersebut juga menyoroti tantangan bagi pemerintah dan pembuat kebijakan. David Koh menekankan adanya kekhawatiran bahwa regulasi sering kali tertinggal dari kecepatan inovasi teknologi, yang dapat meninggalkan celah keamanan dan menghambat inovasi itu sendiri.
Sebagai solusi, pentingnya kemitraan yang erat antara pemerintah dan industri. Pemerintah harus bekerja sama dengan sektor swasta untuk menciptakan regulasi yang seimbang—melindungi masyarakat tanpa membebani inovasi. Prinsip "aman sejak awal" (secure by design) disebut sebagai kunci, dan keamanan harus ditanamkan sejak tahap awal pengembangan teknologi, bukan ditambahkan di akhir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id