Namun, Kamis lalu, Head of Security, Apple, Ivan Krstic mengumumkan, Apple akan mulai membayar peneliti yang berhasil menemukan bug pada software Apple, dan melaporkan kelemahan itu pada mereka. Apple bersedia membayar hingga USD200 ribu (Rp2,6 miliar).
"Dengan bangga kami mengumumkan program pemburuan bug Apple," kata Krstic dalam konferensi cybersecurity di Las Vegas. Ketika itu, dia juga menjelaskan detail teknis mengenai pendekatan yang Apple lakukan dalam menjaga data pengguna.
Seperti yang disebutkan oleh CNET, pemburuan bug telah lama menjadi bagian penting bagi perusahaan internet, pembuat software atau perusahaan lain yang menggantungkan diri pada komputer, seperti Microsoft, Yahoo, Chrysler dan United Airlines.
Bulan lalu, Google berkata bahwa di tahun 2015, total nilai uang yang mereka bayarkan untuk orang-orang yang menemukan bug di Android adalah USD550 ribu (Rp7,2 miliar). Di bulan Februari, Facebook berkata, sejak tahun 2011, program pemburuan bug mereka telah memberikan lebih dari USD4.3 juta (Rp56,4 miliar) pada lebih dari 800 peneliti di seluruh dunia.
Saat menemukan kelemahan di sistem Apple, para peneliti keamanan tidak ragu untuk mempublikasikan penemuan mereka. Namun, selama ini, Apple jarang menjadi sasaran para hacker karena mereka memiliki pangsa pasar yang relatif lebih kecil dan produknya memiliki keamanan yang lebih baik. Menemukan bug pada software Apple adalah sebuah pencapaian yang bisa dibanggakan hacker.
Tidak semua orang yang menemukan kelemahan akan melaporkan bug itu pada Apple. Sebagian memilih untuk menjual kelemahan pada sistem buatan Apple pada pemerintah atau bahkan grup hacker.
Jika Apple menawarkan hadiah untuk orang yang menemukan bug, hal ini mendorong orang tersebut untuk memberitahukan kelemahan yang ada pada Apple.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News