"Untuk menuju 5G dibutuhkan beberapa syarat, seperti ketersediaan carrier aggregations, milimeter wave, MiMo dan QAM, Beam Forming, dan Full Duplex, seperti standar yang telah diterapkan oleh dunia. Di Indonesia, Smartfren harapkan bisa tersedia pada tahun 2020," ujar Vice President Technology Relations & Special Project Smartfren Munir Syahda Prabowo.
Pemanfaatan jaringan tersebut, jelas Munir, nantinya juga tidak lagi diperuntukan bagi penggunaan per orang, namun lebih kepada penggunaan untuk man to machine atau perangkat IoT, seperti mobile nirsupir.
Sebab perangkat tersebut membutuhkan latensi lebih sedikit, yang dapat disuguhkan oleh jaringan 5G.
Disinggung soal radio, Munir menyebut kesiapan dalam menyambut jaringan 5G juga bergantung pada keputusan pemerintah terkait dengan alokasi band.
Apabila pemerintah memutuskan untuk mengalokasikan band baru, Munir menyebut Smartfren telah siap, selama band tersebut menggunakan teknologi Orthogonal Frequency-Division Multiplexing (OFDM).
Hal ini disebut Munir, karena jaringan Smartfren merupakan Software Driven Radio (SDR), sehingga hanya membutuhkan update via software dan bukan hardware. Sementara itu, jika diizinkan menggunakan jaringan saat ini, Smartfren mengaku lebih siap.
Menyoal kendala kehadiran jaringan 5G di Indonesia, Munir menilai infrastruktur menjadi kendala utama. Sebab sejumlah wilayah di Indonesia masih didukung teknologi radio microwave, sedangkan jaringan 5G membutuhkan dukungan dari jaringan fiber optik.
Pada tahun 2020, kota Jakarta dan Surabaya diprediksi akan siap menyambut jaringan 5G, sebab di dua kota besar di Indonesia ini telah didukung oleh jaringan fiber optik yang cukup baik.
Selain itu, kehadiran perangkat kompatibel dengan jaringan ini turut menjadi kendala, sebab hingga saat ini belum tersedia perangkat tersebut di pasar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News