Data milik pemilih yang tampil termasuk nama lengkap, tanggal lahir, tanggal pendaftaran, alamat, wilayah sekolah lokal, dan beberapa informasi lainnya. Selain itu, juga berisi catatan pemilihan sebelumnya dan afiliasi politik.
Dikutip dari Motherboard, data ini terkumpul ke dalam dua file besar dengan ukuran 1,2GB dan 1GB, dan masing-masing berisi setidaknya jutaan data. Kedua file ini tersimpan pada sebuah file bernama "US_Voter_DB". Hingga saat ini, masih belum dapat dipastikan sumber data tersebut.
Pada 28 Desember tahun lalu, CSO Online melaporkan permasalahan konfigurasi database mengungkapkan catatan 191 juta pemilih ke internet. Data ini ditemukan oleh peneliti keamanan Christopher Vickery, saat ia menemukan informasi pribadinya di dalam catatan tersebut.
DataBreaches.net menyebut, berrgantung pada situs, daftar pemilih dari informasi pendaftaran juga dapat berasal dari pemerintah, dan dikombinasikan dengan kumpulan data lain untuk membangun data baru terkait kehidupan pribadi seseorang dengan lebih lengkap dan akurat.
Namun, data yang tersebar ini tidak termasuk data sensitif seperti nomor keamanan sosial atau informasi kartu kredit. Peneliti keamanan yang berpengalaman dengan pasar data gelap menyebut peretas dapat menggunakan data untuk pishing.
Melalui informasi ini, peretas dapat berpura-pura menjadi sumber terpercaya untuk menyakinkan target menyerahkan sejumlah data sensitif seperti detail perbankan dalam kegiatan serangan pishing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News