Sebagai salah satu evolusi dari AI, model generatif bisa diterapkan pada banyak skenario, dari hal dasar seperti mengolah dan menentukan kategori data, menerjemahkan bahasa untuk tim IT, hingga menciptakan konten marketing.
Dalam beberapa kasus, penerapan AI generatif pada akhirnya berperan dalam peningkatan produktivitas dan pengalaman pelanggan yang lebih baik. Dari sisi internal AI generatif juga dapat membantu tim developer atau IT mengintegrasikan berbagai macam bahasa.
“Sangat penting untuk memprioritaskan beberapa jenis penggunaan demi memberikan hasil yang jelas. Kemudian, penting juga menerapkan AI generatif yang sesuai dan transparan,” ungkap Kareem Yusuf, Senior Vice President, Product Management and Growth, IBM Software dalam sesi wawancara di ajang IBM Think Singapore, 13-14 September 2023.
Perusahaan-perusahaan teknologi, termasuk IBM, melihat AI generatif adalah level berikutnya dari kecerdasan artifisial. Menekankan banyak keuntungan terhadap organisasi, terdapat juga pandangan negatif terhadap keberadaannya. Salah satu isu yang paling melekat dan identik dengan AI adalah manusia yang akan tergantikan dari pekerjaannya.
Kareem mengatakan, AI generatif sebenarnya merupakan salah satu bagian dari evolusi teknologi, dan isu ini sudah sejak lama muncul sebelum AI menjadi bahan pembicaraan. “Jika kita tarik mundur ke zaman mesin uap, hal terjadi saat itu adalah bagaimana mesin uap ini mengubah cara kerja manusia,” lanjutnya.
Kehadiran AI mengubah cara kerja manusia, dari yang awalnya terpaku pada rutinitas menjadi eksekusi dan pengambilan keputusan. “Kecerdasan artifisial justru membuka tabir baru dan mentransformasi tenaga kerja. Membuka peluang orang bekerja di level berikutnya.”
Penerapan AI generatif bukan tanpa tantangan. Pertanyaan pertama yang harus dijawab ketika ingin menggunakannya adalah ketersediaan data. Ini karena AI menggunakan basis data untuk berjalan dan mengeksekusi perintah. Seringkali, perusahaan atau organisasi punya cukup banyak sumber daya data, tetapi tidak terorganisir. “Ini tantangan pertama,” lanjut Kareem.
Tantangan kedua adalah skalabilitas dalam menerapkan AI agar bisa menghasilkan nilai atau manfaat. Di sisi lain, ini merupakan bagian dari proses, seperti ketika munculnya internet dan e-business. “Ketika itu, banyak orang yang meragukan manfaatnya, sebab masih banyak keterbatasan, belum banyak yang bisa dilakukan soal interaksi terhadap konsumen.”
Terakhir, sisi regulasi. Kareen mengatakan saat ini masih banyak pertanyaan soal posisi AI generatif, dan bagaimana mengaturnya. Pernyataannya ini juga didukung dengan inisiatif dan program dari beberapa negara yang masih sedikit.
Untuk wilayah Asia Tenggara sendiri, baru Singapura yang telah menjalankan Strategi AI Nasional sejak 2019. Pada tahun 2022, mereka menggelar AI Verify, framework untuk ujicoba transparansi AI. Indonesia saat ini tengah merancang Peraturan Presiden untuk Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial, dan sudah dilakukan sejak 2020.
Tumbuhnya adopsi AI generatif juga harus dibarengi dengan dukungan pemerintah sebagai regulator. Kareem mengatakan pemerintah punya peran sebagai penentu bagaimana AI digunakan. Salah satu hal penting yang perlu diingat adalah mencari keseimbangan antara inovasi dan perlindungan masyarakat. Dalam konteks ini, transparansi juga merupakan aspek vital dalam penerapan kecerdasan artifisial yang bertanggung jawab.
Beberapa perusahaan besar termasuk IBM juga telah menetapkan sejumlah panduan terkait penggunaan AI generatif. Tujuannya tidak lain adalah menetapkan batasan terhadap akses data, memberikan transparansi serta tanggung jawab, agar AI memberikan dampak positif terhadap masyarakat.
AI seharusnya menjadikan manusia semakin kompeten di dalam pekerjaannya, dan manfaatnya tidak terbatas pada kalangan atas, tetapi juga menyentuh banyak orang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News