Permainan, dalam pandangan Huizinga, adalah tarian bebas namun terstruktur dan teratur. Ia juga berpendapat bahwa permainan punya peran yang krusial bagi perkembangan budaya, hukum, politik, ilmu pengetahuan, puisi, filsafat, dan seni. Semuanya terhubung, berjalin dalam simpul permainan yang tak terurai.
Ikhsan Maulana Putra Prasetyo, S.Pd (IM), Guru Sejarah sekaligus Pembina Esports di SMA Krister Harapan, Denpasar menilai, game dan esports memberikan beberapa dampak positif yang signifikan kepada generasi muda, yaitu dengan mengembangkan keterampilan kognitif, sosial, kreativitas, dan pengelolaan emosi.
Keterampilan kognitif misalnya seperti pemecahan masalah dan pemahaman spasial. Sedangkan dalam hal sosial, esports dan game sering kali membutuhkan kerja sama tim dan komunikasi yang efektif.
"Dari sisi kreativitas, banyak game juga mendorong para pemainnya untuk kreatif dan berimajinasi untuk menyelesaikan tantangan ataupun menciptakan hal-hal baru. Terakhir, game juga dapat membantu dalam mengolah emosi dengan memberikan ruang untuk melepas stress atau kegelisahan lewat pengalaman yang interaktif dan imersif," ungkapnya dikutip dari wawancara dengan RRQ MABAR.
Tentunya, sekolah dan guru tidak akan mungkin mengambil peran seutuhnya dalam pengembangan dan pendidikan anak, tanpa campur tangan orang tua. Seperti apa pembagian peran yang ideal antara orang tua dan sekolah soal pemahaman anak tentang hobi, seperti bermain game dan kegiatan esports?
"Pembagian peran yang ideal antara orang tua dan sekolah dalam memahami hobi anak terkait game dan esport dapat mencakup beberapa hal. Misalnya, orang tua bertanggung jawab untuk menjadi pendamping dan pengawas – seperti menetapkan batasan waktu dan memastikan game-nya sesuai dengan usia anak."
Di sisi lain, sekolah dapat mengadopsi program esport yang diawasi dengan ketat seperti tim esports. Ini tidak hanya memberikan platform bagi siswa untuk berkompetisi dalam lingkungan yang terkontrol, tetapi juga mengembangkan keterampilan seperti kerja sama tim, strategi, dan manajemen waktu.
Dengan terlibat aktif dan banyak berdiskusi orang tua dapat membantu anak mengembangkan keterampilan positif dari hobi mereka, sekaligus menjadi teladan yang baik. Sekolah dapat melengkapinya dengan mengintegrasikan elemen pendidikan yang relevan dalam kurikulum, misalnya mengajarkan keterampilan kritis dan kreatif yang dapat diterapkan dalam konteks game.
"Kolaborasi antara sekolah dan orang tua dalam memanfaatkan esport dan game demi kebaikan anak dapat dilakukan dengan berbagai cara yang konstruktif. Misalnya, sekolah bisa menyelenggarakan sesi pendidikan untuk orang tua tentang penggunaan teknologi yang bijak, termasuk game dan esports," lanjutnya.
Orang tua dan sekolah dapat bekerja sama untuk mendukung pengembangan keterampilan sosial melalui diskusi, refleksi, dan latihan, lewat esports dan game. Esports dan game juga bisa dapat dijadikan alat, oleh orang tua dan sekolah, untuk memotivasi siswa soal pencapaian akademik.
Tidak kalah penting, sekolah dapat membantu siswa yang berminat di esports untuk memahami potensi karier di industri ini, baik sebagai pemain, pelatih, atau dalam aspek manajemen dan produksi. Sedangkan orang tua dapat memberikan dukungan moral dan logistik dalam perjalanan karier anak mereka dalam esports.
Intinya, jika bisa berkolaborasi secara efektif, sekolah dan orang tua dapat memanfaatkan potensi positif dari game dan esport untuk membantu perkembangan holistik anak, memastikan bahwa pengalaman mereka dalam teknologi ini memberikan manfaat yang berkelanjutan dalam kehidupan mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id