"Maka ide dari social housing itu adalah di tengah kota, negara menggunakan tanah-tanah yang segera bisa diakses untuk membangun hunian vertikal," ujar Fahri di sela-sela acara International Conference on Infrastructure atau ICI 2025 dikutip dari Antara, Kamis, 12 Juni 2025.
Fahri melanjutkan, tanah-tanah yang segera bisa diakses itu termasuk di dalamnya tanah milik negara, tanah milik BUMN, tanah milik pemerintah daerah, tanah-tanah yang perlu dikonsolidasi, kawasan kumuh, pinggir sungai, pinggir pantai, dan sebagainya.
Tanah-tanah yang ada di tengah-tengah kota itu harus dikonsolidasikan untuk menjadi hunian vertikal. Itu adalah best practice di seluruh dunia.
Menurut Fahri, seluruh riset mengatakan bahwa kota itu tanahnya habis karena kota tanahnya habis, orang tersingkir keluar kota. Sementara kota yang benar adalah kota yang orangnya tetap tinggal di kota.
Baca juga: Wamen PKP: Bersihkan Sungai Musi, Bangun Rusun |
"Seperti sekarang ini, orang tinggal di pinggiran. Pagi-pagi, 15 juta orang masuk kota. Ini menciptakan kekacauan di dalam kota karena transportasi dan sebagainya. Nanti sorenya juga demikian," kata dia.
Salah satu cara agar social housing hunian vertikal terwujud adalah tanah itu harusnya harganya diambil alih oleh pemerintah sehingga sisa biaya pembelian rumah itu adalah hanya biaya konstruksinya.
Dan itulah yang menyebabkan rumah itu jadi murah, karena harga tanah di perkotaan tinggi, seluruh dunia begitu. Maka tanahnya diambil alih oleh pemerintah, pemerintah memberi subsidi kepada tanahnya.
"Setelah tanahnya ditanggung, pemerintah pasti akan murah. Semua orang bisa beli rumah. Semua orang dalam pengertian rumah subsidi ya kepada masyarakat yang memang membutuhkan yang masuk dalam kategori desil 1-5 kira-kira kalau di dalam Kementerian Sosial," kata Fahri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News