Warga sekitar mengenalnya sebagai Rumah Cimanggis. Letaknya di dalam di kompleks pemancar Radio Republik Indonesia (RRI) Sukmajaya, Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Di atas lahan tersebut akan dibangun gedung Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII).
Ironisnya keberadaan Rumah Cimanggis yang terlantar itu diketahui gara-gara polemik rumah peristirahatan pejabat VOC tersebut terancam proyek UIII. Sementara banyak yang menilainya sebagai situs sejarah, karenanya harus direstorasi dan dilestarikan.
Terhadap polemik itu Wapres Jusuf Kalla (JK) menilai tidak ada hal yang perlu dibanggakan dengan bangunan tersebut. Alasannya pejabat VOC pemilik gedung tersebut adalah seorang koruptor.

Pertanyataan tersebut dinilai sejarahwan JJ Rizal sangat tidak layak disampaikan oleh pucuk pemerintahan RI. Bahwa dahulu di rumah tersebut tinggal seorang pejabat penjajah dan korup, tidaklah relevan dengan permasalahan pelestarian artefak sejarah.
"Itu pernyataan berbahaya. Menandakan bahwa Istana masih dijangkiti 'busung lapar' sejarah. Di butir ke-8 program Nawacita disebutkan pentingnya pengajaran sejarah. Pengajaran sejarah ini kan salah satunya artefak sejarah dan Rumah Cimanggis adalah artefak sejarah," protesnya.
Sejarah Rumah Cimanggis
Rumah Cimanggis dibangun pada 1775 hingga 1778 oleh Gubernur Jenderal VOC Petrus Albertus van der Parra. Selain sebagai peristirahatan, di rumah itu pula tinggal istri sang gubernur jendral, Adriana Johanna Bake, hingga tutup usia 10 tahun berikutnya.
Setelah itu rumah ditinggali adik almarhumah, David J. Smith. Dokumen jejak Rumah Cimanggis yang berada di Jl Raya Bogor, Depok, itu hilang hingga diketahui telah menjadi milik kepada Samuel de Meyer sejak 1935. Pada masa perang kemerdekaan, Rumah Cimanggis menjadi markas tentara Belanda.
Mulai 1964 lahan di mana Rumah Cimanggis berdiri itu dimiliki RRI. Di atasnya didirikan jaringan antena pemancar. Belasan kepala keluarga karyawan RRI pun tinggal di sana.
Hingga 2002-2003 bangunan tersebut dikosongkan karena banyak bangunan yang rusak. Saat ini lebih dari separuh bangunannya memang dalam kondisi rusak parah bahkan runtuh. Upaya komunitas sejarah mendaftarkannya sebagai bangunan cagar budaya pada 2011 hingga kini belum mendapat jawaban.

Lalu apa saran dari komunitas sejarah?
"Kita revitalisasi bangunan ini, kembalikan ke bentuk asalnya. Bisa difungsikan sebagai museum. Depok kan belum punya museum kota atau negeri," jawab Ketua Depok Heritage Community Ratu Farah Diba.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News